RSS

FF || "MIRACLE" || C2 || Jeon JR || Romance || BTS || G



Title: Miracle || Author: Jeon JR
Genre: Romance || Leght: Chaptered || Rating: G
Main Cast: V BTS, Jin BTS, Yoo Ara || Other Cast: Yooyoung (HV), All Member BTS

방탄소년단

Chapter 2


Di mobil, Jin terus memikirkan keanehan yang ia temukan hari ini di kamar ayahnya. Raut wajahnya seakan menyimpan segudang pertanyaan yang mungkin tidak akan pernah terjawab. Dia tahu, ayahnya pasti tidak akan menjawabnya. Kalau dia tidak mencari tahu semuanya sendiri, maka soal ini tidak akan pernah terselesaikan, dan akan terus menumpuk.

“Kau kanapa, Hyung?” tanya Rapmon, yang duduk disampingnya.

“Tadi aku menemukan keanehan di kamar ayah” jawab Jin, dengan pandangannya yang tetap lurus ke depan.

“Keanehan apa?” tanya Rapmon dan Suga, hampir bersamaan.

“Aku melihat, ayah menyimpan foto V. Bukankah itu hal yang aneh?”

“Memang kenapa? Apanya yang aneh?” tanya Rapmon lagi.

“Itu kan aneh. Untuk apa ayah menyimpan foto V?” jelas Jin.

“Mungkin paman penggemar V juga” sahut Suga, yang sedang asik mengotak-atik kameranya.

Jin semakin penasaran. Apakah mungkin ayah penggemar V? Tapi itu terlihat tidak mungkin. Umur ayah sudah berlebihan jika dia masih memiliki idola, apalagi kalau idolanya V. Sungguh aneh... ini tidak bisa dipercaya. Batinnya, yang masih saja bertanya-tanya.

Mobil Jin memasuki gerbang sekolah. Dia terlihat fokus ke depan, tapi sebenarnya pikirannya masih berkeliaran kemana-mana. Dia masih memilirkan tentang foto keluarga itu, dan foto V yang ia temukan. Tiba-tiba ada seorang anak yang melintas dan hampir saja tertabrak.

“Hyung! Awas!” pekik Rapmon, yang berada di samping Jin.

Ciiit! Tiin! Jin langsung mengerem mendadak, dan suara klakson membuat anak itu menjerit. “Aaaaaa!”

“Huft, untung tidak terjadi apa-apa” Jin yang berada di dalam mobil merasa lega.

Anak perempuan yang tadi hampir tertabrak, mendekati mobil Jin. Dia menggedor kaca pintu mobilnya, dan sepertinya anak perempuan tadi terlihat sangat kesal dan marah.

“Hei! Keluar!” teriaknya dari luar mobil, yang menyuruh Jin keluar dari mobilnya. Belum juga Jin mengeluarkan sepatah kata pun, anak perempuan tadi sudah langsung menyela Jin terlebih dahulu

“Kau bisa mengendarai mobil atau tidak, hah?! Kau hampir saja menabrakku tadi!” protesnya setelah bertatapan muka dengan Jin.

“Untuk apa aku membawa mobil kalau aku tidak bisa mengendarai mobil?” jawab Jin. “Harusnya kau berfikir seperti itu” tambahnya.

“Aku ini hampir saja tertabrak olehmu. Kau bukannya minta maaf, malah membela diri seperti itu!” bentak  anak perempuan itu.

“Memang aku salah apa sampai harus minta maaf padamu?” tanggap Jin dengan ringan.

Suga dan Rapmon malah terbengong di dalam mobil sambil melihat Jin yang sedang bertengkar dengan anak perempuan itu di luar.

“Mereka malah memperpanjang masalah” kata Rapmon.

“Maksudmu?” tanya Suga.

“Ya! Kau ini bagaimana sih, begitu saja tidak mengerti” protes Rapmon.

“Sudahlah! Jelaskan saja pada intinya!” perintah Suga, yang sebenarnya memang tidak mengerti sama sekali dengan apa yang dimaksudkan Rapmon.

“Dari mereka tidak ada yang mau mengalah” jelas Rapmon. Suga hanya mengangguk-angguk mengerti. Setelah berfikir, Suga baru tersadar, siapa yang sedang berdebat dengan Jin.

“Eh, tapi.. bukankah itu Yooyoung?” tanya Suga.

“Iya, benar. Sejak kapan dia kembali?” mata Rapmon terfokus pada Yooyoung.

“Entahlah...” Suga kembali terfokus pada kameranya, yang sedari tadi diotak-atiknya. Dia seakan sama sekali tidak tertarik dengan Yooyoung, padahal dia seorang aktris terkenal.

Di luar mobil, Jin masih saja berdebat dengan Yooyoung. “Aku tidak salah! Kau yang salah! Makanya, jalan pakai mata!” tuduh Jin.

“Dasar bodoh! Jalan itu pakai kaki, bukan pakai mata!” bentak Yooyoung, sambil menendang tulang kering Jin, lalu berjalan membelakanginya.

“Ya! Agassi! Kenapa kau menendangku, hah?!” teriak Jin lalu menarik tangan Yooyoung.

“Ya! Lepaskan aku!” perintah Yooyoung.

“Kau harus minta maaf dulu padaku, karena sudh menendangku!” kata Jin, kesal.

“Untuk apa? Kau juga tidak mau minta maaf padaku!” bantah Yooyoung, sambil berusaha melepas genggaman tangan Jin dari lengannya.

“Ya! Kau ini sangat keras kepala!” kata Jin.

“Kau yang keras kepala!”

“Kau!”

Tiba-tiba Jin terdiam, ketika menyadari kalau orang yang ada di hadapannya adalah Yooyoung. Jin sama sekali tidak memperhatikannya. Mungkin pikirannya sedang tidak karuan sekarang. Dia langsung melepas genggaman tangannya pada Yooyoung.

“Oh, jadi kau ini Yooyoung...” ucap Jin, sedikit meremehkan.

“Apa?! Jadi kau baru sadar dengan siapa kau berdebat?” kata Yooyoung yang sudah sangat kesal, dengan nada bicarfanya yang terlihat marah.

“Oh, begitu... Maaf, Agassi, aku tidak tahu. Penampilanmu sangat berbeda” katanya, dan pergi begitu saja meninggalkan Yooyoung yang masih berdiri kesal. Jin masuk ke mobilnya, dan menjalankannya. Semakin kesal saja Yooyoung dibuatnya.

“Cih, apa maksudnya?”

***

Yoo Ara, sam sekali tidak memperhatikan penjelasan sang guru pada murid-muridnya. Dia malah menopang dagu, melamun, sambil memandangi punggung V, yang duduk membelakanginya yang terletak tidak terlalu jauh darinya. Yoo Ara memperhatikan V yang sedang memperhatikan penjelasan guru dengan saksama. Mungkin itu yang membuat V jadi nomor satu. Dia sama sekali tidak mempedulikan, kalau ada orang yang sedang mengamatinya. Dia hanya terfokus pada penjelasan gurunya.

Ah, aku tidak boleh seperti ini. Jika aku ingin punya teman banyak, aku harus jadi pintar seperti V. Aku tidak boleh kalah darinya. Bagaimanapun, aku juga harus bersaing dengannya. Batin Yoo Ara. Dia tersentak dari lamunannya, dan langsung memperhatikan penjelasan gurunya.

***

Bel tanda istirahat telah berbunyi sekitar lima belas menit yang lalu. Yang biasanya Yoo Ara selalu bersama Jungkook dan yang lainnya ke kantin, kini dia tidak bergabung lagi. Dia lebih memilih pergi ke perpustakaan. Terlebih lagi, beberapa hari ini, Yooyoung sudah mulai mengikuti V terus, yang membuat Yoo Ara merasa risih melihatnya. Dia jadi malas jika ada Yooyoung yang selalu saja menempel pada V seperti lem super. Entah kenapa dia tidak suka dengan itu. V memang idolanya. Wajar saja jika dia merasa cemburu jika ada yang berkelakuan demikian terhadap V. Tapi perasaanya ini sungguh aneh, menurutnya.

Saat sedang mencoba memilih buku apa yang akan dia baca di perpustakaan, mendadak, Yoo Ara merasa ada yang memanggilnya. Dia pun menoleh, dan ternyata itu Jungkook.

“Jungkook” sap Yoo Ara.

“Aku mencarimu kemana-mana, ternyata kau ada disini” kata Jungkook.

“Untuk apa mencariku?” tanya Yoo Ara.

“Tidak apa-apa. Tapi biasanya kau ikut aku bersama yang lain ke kantin. Kenapa akhir-akhir ini kau jarang bersamaku?” tanya Jungkook, kembali.

“Aku, hanya sedang ingin mambaca,” jawab Yoo Ara. “Lalu, kau juga. Kenapa kau tidak bersama Jimin dan yang lain? Biasanya kau bersama mereka terus” Yoo Ara berbalik bertanya pada Jungkook.

“Ada Yooyoung. Aku tidak suka dengan perilakunya” jawb Jungkook.

“Kenapa bisa begitu?”

“Sudahlah, aku juga akan membaca saja” ujar Jungkook, mengabaikan pertanyaan Yoo Ara.

***

“V-ah, makanlah ini. Aku buatkan ini khusus untukmu...” ucap Yooyoung sambil menyodorkan bekal yang ia buat untuk V. Saat itu, V hanya memandang makanan itu, tanpa menyentuhnya sedikitpun.

“Apa aku suapi saja?” tanya Yooyoung, yang sama sekali tidak mendapat tanggapan apapun dari V. Perempuan disekitar Yooyoung hanya menatap Yooyoung dengan tatapan yang menjengkelkan, seperti ingin melempari Yooyoung dengan sandwich di hadapan mereka yang terus saja mencari-cari perhatian V.

“V, bicaralah. Jangan diam saja” kata Yooyoung sambil menggoyang-goyangkan lengan V, yang masih saja tidak mendapat tanggapan apapun dari V. “Kalian juga! Jangan hanya memperhatikanku saja!” Yooyoung malah melontarkan kekesalannya pada Jimin dan J-hope.

“Memang kami harus apa?” tanya J-hope, datar, sambil menggaruk kepalanya. “Ini sudah sangat membosankan” tambahnya.

Mendengar perkatan J-hope, Yooyoung jadi semkin kesal. Tapi dia tidak ingin berkata lagi. Akhirnya dia memilih berdiri dan bertujuan untuk membeli minum. “Aku akan membeli minum sebentar” katanya, lalu pergi.

“Selera makanku jadi hilang ketika melihat Yooyoung yang sedang mencari-cari perhatianmu didepanku. Kalau kau bukan sahbatku, aku tidak akan mau menemanimu” kata J-hope. V menatap kedua sahabatnya yang terlihat sangat bosan.

“Kau pikir, aku suka diperlakukan seperti ini oleh Yooyoung? Tapi apa boleh buat?” sambung V.

“Tapi, aku kasihan melihat Yooyoung” kata-kata Jimin memecah suasana.

“Kau ini, mentang-mentang kau menyukainya, lalu membelanya?” ujar V.

“Bukan seperti itu” jawab Jimin.

“Memang apa yang perlu dikasihani darinya?” tanya J-hope.

“Kau tahu? Dia sudah berusaha mendekatimu, tapi dia tidak pernah mendapat kepastian darimu” jelas Jimin, sambil memandang Yooyoung di kejauhan. V dan J-hope seketika terdiam mendengar penjelasan Jimin.

“Yooyoung memang bodoh. Sudah jelas-jelas ada laki-laki lain yang menunggunya dan menyayanginya. Tapi dia malah terus mengharapkan laki-laki yang sama sekali tidak menghiraukannya, sepertiku” kata V, memalingkan pandangannya ke arah Yooyoung yang sedang membeli minum.

“Jimin-ah, maafkan aku. Karena aku, kalian jadi seperti ini. Aku merasa bersalah padamu” kata V.

“Sudahlah. Yooyoung yang sudah menentukannya sendiri” jawab Jimin, dengan senyum yang terlukis dibibirnya.

“Selama V belum mencintai Yooyoung, kau masih bisa mendekatinya” sambung J-hope. “Masih ada harapan untukmu. Berjuanglah!” tambahnya.

“Kau ini...” Jimin kembali tersenyum.

“Eh, ngomong-ngomong, dimana Jungkook? Tumben dia tidak kelihatan” tanya V yang baru teringat pada Jungkook.

Tiba-tiba terdengar suara jeritan Yooyoung. V langsung menoleh ke arahnya, dan langsung menghampirinya.

“Hei! Kau sudah dua kali membuatku kesal!” bentak Yooyoung. “Lihat ini! Seragamku jadi kotor karenamu!” protesnya.

“Kau ini selalu saja berjalan terburu-buru. Makanya tertabrak!” bantah Jin, yang sangat kesal, karena seragamnya juga kotor.

“Ada apa ini?” V tiba-tiba saja datang dan meraih Yooyoung lalu langsung menyembunyikan Yooyoung di belakangnya. Seakan, sekarang ini V yang menantang Jin.

Jin jadi semakin kesal. “Aku tidak ada urusan denganmu! Urusanku dengannya!” kata Jin sambil menunjuk Yooyoung yang berada di belakang V.

“Yooyoung, ada apa lagi? Kau kenapa?” tanya V.

“Lihat ini. Bajuku kotor karena dia menabrakku” jawab Yooyoung sambil memperlihatkan bajunya yang terkena tumpahan jus akibat bertabrakan dengan Jin.

“Karena aku? Heh, kau tidak punya mata? Kalau berjalan sambil melihat!” bantah Jin, yang merasa tidak bersalah.

“Sudah-sudah. Jangan bertengkar!” potong V. Kekesalan Jin semakin menjadi-jadi karena tingkah V. Yang seakan jadi pahlawan yang sedang melerai adu mulutnya dengan Yooyoung.

“Kau tidak usah jadi pahlawan disini! Aku tidak membutukanmu!” protes Jin pada V.

“Apa kau bilang? Heh, memang siapa yang ingin jadi pahlawan?! Memang siapa yang sedang menolongmu! Aku bahkan tidak sudi membantumu!” bantah V. Suasananya pun semakin memanas. Sebagian anak merasa khawatir akan terjadi sesuatu yang hebat antara Jin dan V seperti dulu.

“Kau itu pahlawan kesiangan yang seolah menghentikan adu mulutku dengan Yooyoung!” kata Jin.

“Ooh, jadi begitu ya! Baiklah! Aku akan pergi dari sini. Dasar tidak tahu malu! Adu mulut dengan wanita di tempat seperti ini” sahut V dengan kesal, lalu berbalik meninggalkan Jin. Sedangkan Jin dengan kekesalannya yang meluap-luap karena Yooyoung, dan kini ditambah lagi dengan V, menghentikan langkah V dan mendorong bahunya.

“Apa-apaan kau ini!” teriak V, sambil mendorong Jin.

“Kau juga berani menantangku?” tanya Jin dengan kasar.

“Aku tidak pernah takut untuk menantangmu!” jawab V. Sebelum mereka saling memukul, datanglah Yoo Ara dengan tepat waktu, dan segera menghentikannya.

“Hentikan!” teriaknya. Yoo Ara menatap tajam ke arah Jin. Seakan mengerti, Jin langsung melepas tangannya yang saat itu sedang memegang kerah baju V. Lalu setelah itu membawa Yoo Ara keluar dari kantin, menuju ke halaman belakang sekolah.

“Kenapa kau melakukannya!” tanya Yoo Ara dengan kesal. “Apa kau tidak bisa menahan emosimu sejenak? Seharusnya kau tahu, ditempat apa kau berkelahi. Harusnya kau bisa membaca situasi di sekitarmu! Bukan hanya mementingkan amarahmu!” kata Yoo Ara. Jin hanya diam saja mendengarkan perkataan Yoo Ara. Seakan mulutnya terkunci begitu mendengar suara dingin Yoo Ara.

Jin dan Yoo Ara duduk di sebuah pilar semen di samping mereka. Yoo Ara mengeluarkan sapu tangan dari dalam sakunya, dan mulai membersihkan noda bekas tumpahan jus dari seragam Jin.

“Kau seharusnya bisa mengalah. Lagipula, kau kan juga lebih tua setahun darinya” kata Yoo Ara lagi

“Tapi dia selalu saja menantangku. Aku...” belum selesai Jin bicara, Yoo Ara langsung menyelanya.

“Tidak mau kalah darinya?” tanya Yoo Ara. “Kalau tidak mau kalah, bukan begitu caranya” kata Yoo Ara sambil menggerak-gerakkan tangannya, kembali membersihkan noda di seragam Jin.

“Kau tunjukkan dengan cara lain. Dengan kata lain, kau juga harus bisa mengimbangi kepintaran V, bukan seperti ini. Jangan hanya bisa beradu fisik dan beradu argumen. Kau juga harus beradu otak dengannya atau dengan siapapun. Dengan cara yang sportif” tambah Yoo Ara.

Jin memperhatikan Yoo Ara. Gadis itu sungguh sangat baik. Dia masih ingat, bagaimana dia bertemu dengan Yoo Ara, dan bagaimana dia bisa sedekat ini dengan Yoo Ara.

Flashback...
“Ya! Apa yang kau lakukan pada Namjoo?!”

Saat sedang berjalan menaiki tangga, tiba-tiba Jin dihadang oleh seorang anak perempuan, yang sepertinya ia kenal.

“Ya! Jawab aku!” perintahnya.

“Kau... murid baru itu kan? Ah, aku lupa siapa namamu...” kata Jin.

“Yoo Ara” jawabnya.

“Ah, iya. Memang kenapa?” tanya Jin dengan nada yang dingin. Sekarang Yoo Ara baru tahu sedingin apa manusia ini.

“Apa? Kau bertanya padaku? Kau tak tahu apa salahmu? Kau membuat Namjoo menangis” kata Yoo Ara.

“Lalu apa urusanmu?” tanya Jin dengan nadanya yang masih dingin. Seketika, Jin memajukan langkahnya dan memojokkan Yoo Ara ke tembok, lalu menatapnya tajam.

Diperlakukan seperti itu, Yoo Ara merasa seluruh aliran darahnya berhenti. Dia tidak bisa membuka mulutnya, jantungnya berdegup amat kencang hingga bunyinya terdengar. Dia tidak bisa mengedipkan matanya sedetikpun.

“K.. kau..”

“Apa kau menyukaiku?” tanya Jin, sangat lirih. Yoo Ara semakin membelalakkan matanya.

“Apa kau menyukaiku?” tanya Jin untuk yang kedua kalinya.

“Ya! Itu tidak mungkin!” bentak Yoo Ara, lalu dengan refleks, dia langsung menendang Jin ke belakang.

Brrugh!
“Aaah!” teriak Jin. Dan betapa terkejutnya Yoo Ara, dia tidak sadar kalau di belakang Jin ada tangga menurun. Dan yang ia lihat sekarang di luar dugaannya.

“Ha? Bagaimana ini? Apa yang harus aku lakukan?” dangan segera, Yoo Ara menghampiri Jin, yang kini sedang terbaring kesakitan di lantai. Untung saja saat itu tidak ada orang. Jadi dia langsung membawa Jin ke UKS sendirian.

Ending of flashback.

 Dan sejak kejadian itu, Jin dan Yoo Ara jadi saling mengenal dan semakin dekat. Setelah Yoo Ara meminta maaf dan Jin memaafkannya, mereka langsung bisa berteman dengan baik. Dan Yoo Ara kini sadar, bahwa Jin tidaklah sedingin yang dikatakan orang lain.
***
Satu bulan berlalu begitu cepat, dan tahun segera berganti. Ujian akhir semesteran pun dimulai. Semua siswa, termasuk Yoo Ara sudah mempersiapkannya dengan matang. Semua siswa pasti berfikiran supaya bisa lulus dari ujian ini. Tapi tidak untuk Jin. Dia masih saja berfikiran bagaimana caranya membuat V berada di bawahnya. Tentu saja menurut dengan perkataan Yoo Ara, kali ini Jin akan mengalahkan V dengan otak.

Sejak percakapannya dengan Yoo Ara sebulan yang lalu, setiap pulang sekolah, Jin selalu pulang bersama Yoo Ara untuk belajar bersama. Sekarang, Jin, Yoo Ara, Suga dan Rapmon berteman sangat dekat. Begitu juga dengan V. Yoo Ara tidak pernah memili-milih teman. Dia berteman dengan siapa saja, termasuk dengan sang superstar ini. Semua orang di sekolah, berteman baik dengan Yoo Ara.

Seperti telah memiliki jadwal sendiri-sendiri, setiap istirahat, Yoo Ara selalu bersama V dan kawan-kawan, entah itu pergi ke kantin, atau ke perpustakaan untuk sekedar membaca, menghilangkan bosan. Dan ketika pulang sekolah, Yoo Ara bersama Jin, Suga, dan Rapmon, untuk belajar bersama di rumah Jin, atau bergantian. Ketika malam hari, Yoo Ara kadang membantu ibunya di restoran. Terkadang, teman-temanya suka berkunjung kesana untuk bertemu dengan Yoo Ara. V juga pernah datang kesana, walaupun diikuti oleh Yooyoung. Tapi Yoo Ara merasa sangat senang, V sudah berkunjung ke restoran Ibunya walau hanya sekali.

Ujian pun terasa begitu mudah. Yoo Ara tetap melakukan rutinitasnya sebagai seorang siswa dan seorang teman. Dia segera menyelesaikan ujiannya, lalu bergegas pulang bersama Jin dan yang lain untuk belajar bersama.

“Sudah selesai?” tanya Jin, yang saat itu menunggu Yoo Ara di depan kelasnya ketika Yoo Ara sudah keluar.

“Sudah” jawabnya singkat.

“Ayo pulang! Seperti biasa kan?” ajak Jin.

“Ye” jawab Yoo Ara. Mereka pun pergi meninggalkan kelas.

V yang melihat Jin bersama Yoo Ara, rasanya ingin sekali berteriak. Seakan tidak terima. Entah kenapa dia jadi merasa demikian.

Beruntung sekali kau, Jin! Kau pulang selalu dibuntuti Yoo Ara. Sedangkan aku? Aku harus berurusan dulu dengan Yooyoung. Aku tidak bisa lepas darinya. Kali ini aku benar-benar iri padamu, Jin!. V memaki dirinya sendiri dalam hati.

Setiap selesai ujian, V harus menunggu Yooyoung selesai ujian dulu, dan itu sangatlah membosankan. Lalu, setelah itu pulang bersama Yooyoung. Terkadang, Yooyoung meminta V untuk menemaninya ke suatu tempat. Sebenarnya dia ingin sekali menolak, tapi tidak bisa. Akhirnya dia hanya menurut pada Yooyoung.

Walaupun V tidak mungkin menolaknya, tapi satu hal yang tidak bisa ia terima. V tidak bisa menerima Yooyoung sebagai kekasihnya. V sama sekali tidak mencintainya, dan hanya menganggap Yooyoung sebagai teman, tidak lebih. Walaupun mereka berteman sejak kecil, dan infotaiment selalu memberitakan bahwa mereka bersama. Ketika diwawancarai, V selalu menjawab, “Tidak. Kami tidak bersama. Aku hanya menganggap Yooyoung sebagai saudaraku saja”.

Seringkali, V mengeluh pada Jungkook. Karena hanya Jungkook lah yang bisa jadi teman curhatnya, untuk sekarang ini. Dia sudah tidak tahan lagi dengan ini.

“Kurasa, hyung harus secepatnya mencari Yeojachingu” saran Jungkook pada V.

“Tapi siapa?” tanya V.

“Kenapa bertanya padaku? Tanya saja pada hati Hyung sendiri” jawab Jungkook.

V terdiam. Dalam hati, dia membenarkan kata-kata Jungkook. Siapa yang dia sukai? Apakah dia sedang menyukai seseorang? Sepertinya belum. Selama ini dia belum pernah menaruh hati pada siapapun. Seperti amat sulit baginya. Tapi ada satu perasaan aneh yang tengah menguasai hatinya sekarang ini. Entah apa itu, tapi sepertinya dia memang sedang merasakan sesuatu pada seseorang. Sebuah getaran yang tidak pernah terduga.

“Hyung menyukai siapa?” tanya Jungkook.

V diam lagi. Dia tidak mungkin mengatakannya. Karena sepertinya, ada juga yang menyukai gadis yang sedang ia sukai sekarang. Dan orang itu sangat dekat dengannya. V sangat takut menyakiti perasaan sahabatnya sendiri. Dia selalu memikirkan hal itu.

***

Hari itu pun tiba. Hari dimana diberitahukannya siapa juara umum untuk semester ini. Semua murid Myung Dong Art High School berkerumun di depan mading, beramai-ramai dan berdesakan, berusaha melihat nilai, ataupun peringkat mereka. Ada yang setelah melihat hasilnya, sebagian siswa merasa kecewa. Ada juga yang tersenyum  puas setelah melihat hasilnya.

Yoo Ara dan Jin yang baru saja datang, juga ikut berdesakan dan memaksakan diri untuk masuk dan melihatnya. Betapa bahagianya YooAra yang mendapati namanya terletak di urutan teratas. Dialah peringkat satunya. Yoo Ara tersenyum bahagia sekaligus bangga. Dia bangga karena namanya terletak di atas nama V. Di tidak menyangka bisa mengalahkan anak sepintar V.

Tapi Yoo Ara merasa kasihan dengan Jin. Dia terlihat kecewa dan marah. Sebenarnya nilainya juga sangat baik. Yang membuat Jin kecewa, namanya terletak di bawah nama V. Dan nilainya berselisih sangat tipis sekali. Sangat disayangkan. Padahal sedikit lagi.

“Ah! Sial!” gumamnya. “Padahal tinggal sedikit lagi”

“Sudahlah, tidak apa-apa. Ayo kita pergi dari sini!” ajak Yoo Ara. Dia harus segera membawa Jin sebelum dia mengamuk di tempat itu.

***

Yoo Ara berjalan menuju lokernya, berniat untuk mengambil sesuatu. Dia mengambil kuncinya di saku, lalu membuka loker itu. Yoo Ara terlihat sedang mengambil beberapa buku. Setelah menurutnya cukup, dia menutup pintu lokernya sambil mengotak-atik ponselnya. Betapa kagetnya Yoo Ara setengah mati. Matanya terbelalak, jantungnya berdegup kencang, ketika melihat V dibelakangnya, saat dia membalikkan badannya. Dia berjingkit melompat ke belakang, punggungnya membentur lokernya.

V muncul secara tiba-tiba. Entah darimana datangnya V, yang sudah ada ditempat. Dan entah berapa lama mereka bertatapan, dan pada akhirnya Yoo Ara membuka suaranya.

“Kk... kenapa kau bisa ada disini?” tanya Yoo Ara.

“Kenapa? Apa maksudnya ‘Kenapa’? aku kan sekolah disini. Tentu saja aku ada disini...”

“Maksudku, kenapa tiba-tiba kau ada di depan lokerku? Ada apa?” Yoo Ara kembali bertanya.

Mendadak, tatapan V jadi aneh, dan dia memajukan langkahnya, mendekati Yoo Ara. Yoo Ara jadi semakin merinding memandangnya.

“Tidak ada. Aku hanya ingin tahu, kau ini sepintar apa, sampai bisa mengalahkanku? Kau tahu kan, kalau aku adalah murid terpintar di sekolah ini”

“Cih..” Yoo Ara yang tadinya merinding, mendadak terlihat meremehkan perkataan V.

“Selama ini, belum ada yang mengalahkanku. Tapi semenjak kau disini aku jadi tersingkir dari nomor satu” kata V.

“Mungkin kau kurang rajin” tanggap Yoo Ara.

“Hei, kau ini bicara apa?” tanya V. “Kau tahu, aku belajar mati-matian untuk ini...”

“Oh, mungkin kau kurang beruntung” jawab Yoo Ara singkat.

“Kau ini! Aku ini seniormu. Aku lebih lama disini dibandingkan denganmu” bantah V.

Yoo Ara langsung menjawab, “Oh, begitu ya? Baiklah, sunbae, maaf aku harus pergi sekarang. Sampai jumpa! Puas?” setelah berkata demikian, Yoo Ara melangkah, meninggalkan V.

Baru selangkah Yoo Ara berjalan, dengan segera V menahan lengannya. Yoo Ara pun langsung menoleh.

“Eh, tunggu dulu! Aku ingin bicara denganmu” kata V.

“Ada apa lagi, Sunbae?” tanya Yoo Ara sedikit ketus.

V kembali terdiam. Agak sedikit ragu dan malu untuk mengatakan ini pada Yoo Ara. Cukup lama, sampai Yoo Ara merasa bosan.

“Mau bicara apa? Cepatlah!”

“Apa... malam ini kau ada acara?”

“Ha? Kenapa?” Yoo Ara agak terkejut mendengarnya.

“Ada acara tidak?” V berbalik bertanya.

“Sepertinya tidak ada” jawab Yoo Ara.

“Jawablah yang pasti!”

“Iya, tidak ada. Paling kalau tidak ada yang kukerjakan, aku membantu ibuku saja”

“Dimana?” tanya V.

“Tentu saja di restoran. Memang kenapa?” Yoo Ara balik bertanya.

“Bisa kita bertemu nanti malam? Ada yang ingin ku bicarakan denganmu” pinta V pada Yoo Ara.

“Bicara apa?” tanya Yoo Ara lagi.

“Kan aku bilang nanti malam” jawab V. “Bisa tidak?”

“Hmm, baiklah. Temui aku di restoran saja. Kau tahu kan?”

“Ye, aku tahu” jawab V.

“Yasudah. Selamat siang. Sampi jumpa, V Sunbae!” kata Yoo Ara, lalu berbalik meninggalkan V.

Setelah Yoo Ara berbalik, V tersenyum-senyum sendiri. Dia tertawa kecil mendengar sebutan itu. Padahal tidak sepantasnya Yoo Ara memanggilnya dengan sebutan Sunbae.

Padahal aku kan hanya bercanda. Dia tidak perlu memanggilku Sunbae terus. Dalam hatinya membenarkan.

Dia tersenyum, sambil melihat Yoo Ara yang berjalan membelakanginya. Dia masih saja memandang punggung gadis itu, sampai benar-benar menghilang dari pandangannya. Walaupun Yoo Ara sudah tidak terlihat, tapi V masih saja memperlihatkan senyumannya. Begitu juga dengan Yoo Ara. Dia merasa sangat bahagia sebenarnya. Tidak disangka, idolanya sendiri mengajaknya bertemu malam ini. Membuatnya semakin menyukai V.

Sedangkan, disisi lain yang terletak tidak jauh dari tempat V berada, Jin berdiri dekat tembok sambil memperhatikan V dari belakang. Jin berdiri bersandar pada tembok, dengan melipat tangannya di depan dadanya yang bidang. Serta tatapan kesal, yang ditujukan pada V. Dia ingin sekali berteriak pada V sekarang juga.

Kenapa kau selalu menyukai apa yang aku sukai?! Bisakah kau berhenti mengikutiku?!. Batin Jin, kesal. Dia masih saja menatap V.

V berbalik, lalu berjalan kembali dengan santai. Baru saja V berjalan beberapa langkah, langkahnya terhenti. Berjarak sekitar empat meter darinya, berdiri Jin di dekat tembok, sambil menatapnya tajam. Seperti ingin membunuhnya. V berbalik menatap Jin.

Pasti dia ingin cari gara-gara denganku. Batin V.

V tidak menghiraukannya. Dia kembali melangkah, sampai melewati Jin. Ketika sampai di depannya, tiba-tiba Jin membuka suaranya, yang membuat V menghentikan langkahnya.

“Bisakah kau berhenti mengikutiku?” tanya Jin. V yang telah menghentikan langkahnya di depan Jin, sama sekali tidak menoleh ke arah Jin.

“Memang siapa yang mengikutimu?” V kembali bertanya.

“Kau!” jawab Jin dengan segera.

V menghela napas. “Aku bukan mata-mata!”

“Aku tahu kau bukan mata-mata. Kau bahkan tidak berbakat jadi mata-mata!” saut Jin. Kali ini, V menoleh ke arah Jin. Dan pandangan mereka bertemu.

“Lalu, apa maksudmu mengikuti?” tanya V, ketus.

“Kenapa kau menyukai Yoo Ara?” Jin berbalik bertanya.

V terdiam beberapa saat. Sepertinya Jin masih bisa memahami sifat V. Dan keduanya pun juga masih bisa memahami sifat satu sama lain, meski mereka saling bermusuhan.

“Apa kau menyukainya?” tanya V.

“Aku tanya, kenapa kau menyukainya?!” bentak Jin.

Tanpa pikir panjang, V langsung menjawab. “Memang kenapa kalau aku menyukainya? Apa masalahnya denganmu?!” teriak V.

“Berhentilah mengikutiku! Dan berhentilah menyukai apa yang aku sukai!” teriak Jin. Sekarang mereka saling membentak.

“Apa maksudmu?! Seharusnya kau tahu diri siapa kau sebenarnya! Kau itu tidak ada apa-apanya denganku!” teriak V.

Kali ini, Jin benar-benar marah. Dia mendengar kata-kata itu lagi. Kata-kata seseorang yang telah nenyakiti perasaanya hingga dia jadi membenci V. Dia tidak terima V berkata seperti itu padanya. Jin merasa, V telah mengungkit-ungkit masalahnya dulu. Kemarahan terlihat jelas di matanya. Dia sudah tidak tahan lagi.

BUAAK!
Jin meninju V dengan sangat kuat, sampai V jatuh tersungkur di lantai. Tangan Jin masih mengepal kuat. Emosinya sudah meluap-luap. Sedangkan V, dia merasa ada sesuatu yang berbeda, terasa di wajahnya. Bibirnya terasa pecah. Tangannya bergerak menyentuh wajahnya. Terlihat, jarinya menyentuh bibirnya, dan ada darah disana.

“Ssshh...” V meringis kesakitan, dan berusaha bangkit. V menyadari kalau Jin baru saja meninjunya. Dan V tahu, bagaimana cara dia membalaskannya.

***

Tidak jauh dari kelasnya, Jungkook dan Jimin sedang berjalan menuju perpustakaan. Sebenarnya tujuannya ke perpustakaan bukanlah untuk membaca, tapi mencari V. Tidak biasanya V meninggalkan mereka berdua tanpa bicara dulu. Hari ini J-hope tidak masuk karena ada acara dengan keluarganya di Jepang. Sekarang, Jungkook dan Jimin hanya berjalan berdua. Saat Jungkook hendak membuka pintu perpustakan, terlihat Yooyoung yang dari arah yang berlawanan berjalan agak cepat, mendekti mereka.

“Jungkook!” panggilnya. Jungkook pun mengurungkan niatnya untuk membuka pintu.

“Apa kau lihat V?” tanya Jimin pada Yooyoung.

“Justru itu, aku ingin bertanya pada kalian. Apa kalian melihatnya?” Yooyoung berbalik bertanya.

“Aku dan Jimin Hyung sedang mencarinya. Kami akan mencari V hyung di dalam sini” kata Jungkook.

“Aku sudah masuk barusan. Dia tidak ada di dalam” sahut Yooyoung, sebelum Jungkook membuka pintunya.

Akhirnya, mereka bertiga pun beranjak dari tempat itu. Mereka memutuskan untuk mencari V, karena batin Jungkook mengatakan ada yang tidak beres dengan V. Tidak bisanya V pergi begitu saja.

“Jungkook! Jimin!” seseorang memanggil mereka sambil berlari ke arah Jungkook, Jimin, dan Yooyoung. Napasnya terlihat terengah-engah. Dia Yong Jae.

“Yong Jae, ada apa denganmu?” tanya Jungkook.

“Ah..Ah... mereka... berdua... berkelahi!” ucap Yong Jae terputus-putus dengan nafasnya yang berat.

“Bicara yang jelas! Siapa yang berkelahi?” tanya Jimin.

Yong Jae kembali bernafas sejenak, lalu kembali bersuara. “V.. V berkelahi!”

“Siapa katamu?” Jungkook bertanya, seakan tidak percaya.

“V, berkelahi lagi dengannya!” ucap Yong Jae dengan lancar.

Yooyoung menyahut. “Jangan-jangan, dia berkelahi dengan...”

“Jin!” sambung Jungkook dan Jimin bersamaan. Mereka langsung berlari menuju tempat yang ditunjukkan Yong Jae.

***

Jungkook, Jimin, dan Yooyoung sampai disana, bersamaan dengan Suga dan Rapmon. Tanpa pikir panjang, langsung memisahkan Jin dan V yang sedang berkelahi.

“Hyung! Hentikan!” teriak Jungkook sambil mecengkeram kuat lengan V dari belakang.

“Hyung, tenangkan dirimu!” teriak Rapmon yang juga mencengkeram kuat lengan Jin dari belakang. Keempat anak itu berusaha sangat keras dalam memisahkan keduanya.

“Minggir! Lepaskan aku!” teriak V yang masih berusaha melawan Jungkook dan Jimin yang memegangi tubuhnya kuat-kuat.

“Lepaskan! Biar kuhajar dia!” bentak Jin yang berusaha melepaskan diri dari Suga dan Rapmon.

Jungkook, Jimin, Suga, dan Rapmon sudah berusaha menenangkan, tapi keduanya belum juga mau tenang. Sulit sekali rasanya. Jungkook dan Suga sampai terkena pukulan akibat V dan Jin yang terlalu memaksakan diri. V hampir saja terlepas dari Jungkook, kalau saja Jimin tidak meraihnya kembali. Jin dan V masih berusaha melawan, tapi tidak setelah seorang anak berteriak.

“Kepala sekolah datang!” teriaknya.

Semua anak menoleh, lalu minggir memberi jalan kepada sang kepala sekolah. Kepala sekolah Kang berdiri di dekat Jin dan V, lalu berkata.

“Apa-apaan ini?” tanyanya. “Kalian berdua! Ikut ke ruanganku, sekarang!” perintahnya dengan tegas.

***

Jin dan V, berdiri di depan kepala sekolah Kang Hyun Jae, yang kini sedang duduk, berseberangan dengan mereka. Kedua anak itu sedari tadi diam, tanpa kata. Kepala sekolah Kang mengetuk-ngetukkan jarinya ke meja sambil menatap tajam kedua anak itu.

“Sebenarnya, ada apa dengan kalian?” tanyanya. Jin dan V tetap saja diam. Mereka tidak mau berkata apapun.

“Seingatku, kalian berkelahi dua tahun yang lalu” katanya, lalu mengambil sebuah foto dari dalam lacinya.

“Kalian ingat foto ini?” tanya guru Kang, sambil memperlihatkan sebuah foto kepada Jin dan V.

Foto yang diambil dua tahu yang lalu. Tahun dimana mereka masih akur. Foto dua anak itu yang memakai baju Taekwondo berwarna putih. Keduanya terlihat sedang berangkulan. Satu diantaranya memegang sebuah boneka Mario Bross. Dan entah apa yang terjadi setelah itu, tiba-tiba saja mereka berdua bertengkar hebat. Setelah kejadian pertengkaran itu, Jin dan V sampai harus dipindahkan ke kelas yang berbeda. Sifat mereka pun berubah drastis. Yang biasanya ramah, kini menjadi sangat dingin. Keduanya sering terjadi perbedaan pendapat. Tidak seperti dulu, yang selalu kompak.

Itu karenamu! Aku membenci V karena kau! Kang Hyun Jae!. Jin memaki guru Kang dalam hati. Dialah yang menyebabkan permusuhan itu.

***

Kedua anak itu keluar dari ruangan kepala sekolah Kang. V berjalan mendahului Jin yang masih terlihat murung.

“Mau tahu, kenapa aku membencimu?” tanya Jin. V berhenti melangkah. Dia terdiam, lalu berbalik dan menatap Jin tajam.

“Tidak perlu. Aku tidak ingin mendengarnya” jawab V dengan ketus. Lalu berbalik, melanjutkan langkahnya, meninggalkan Jin yang terus memandang V dengan tatapan kesal.

Jin berbalik memandang pintu ruang kepala sekolah Kang. Dia kembali teringat dengan kejadian itu... dia mendengar semua, yang dikatakan Kang Hyun Jae.

***

Jam tujuh malam. V baru saja keluar dari kamar mandi. Dia bergegas menuju almari pakaian, dan mengacak-acak isinya. Setelah menemukan pakaian yang pas, dia segera memakainya. V memakai baju warna cokelat, dan celana panjang warna hitam, lalu melapisinya dengan jaket warna hitam yang pernah dia pakai beberapa waktu yang lalu, ketika pertama bertemu dengan Yoo Ara. Saat dia sedang merapikan rambutnya di depan cermin, terlihat dari cermin, ibunya masuk, dan menghampiri V.

“Ibu..” sambut V.

“Hmm, wangi sekali. Mau kemana?” tanya In Soo.

“Aku ada janji dengan temanku, Bu” jawab V, lalu kembali merapikan rambutnya.

“Siapa dia? Perempuan? Kau sudah punya Yoejachingu? Kapan kalian pacaran?” tanya In Soo. Pertanyaan yang membingungkan. V tidak tahu harus menjawab dari mana dulu.

“Ibu ini bicara apa? Siapa yang pacaran? Kalau bertanya satu satu, Bu” jawab V sambil menatap ibunya.

“Temanmu itu, perempuan?” tanya In Soo.

“Iya, dia perempuan” jawab V. “Kenapa, Bu?”

“Yeojachingu-mu?” tanya In Soo lagi.

“Tidak, kami belum pacaran” jawab V dengan segera.

In Soo tersenyum melihat putranya. “Belum? Berarti, sebentar lagi pacaran?”

“Ah, Ibu! Sudahlah, aku tidak mau membicarakannya di depan Ibu” saut V sambil mendorong ibunya keluar dari kamarnya. Setelah In Soo keluar, V langsung menutup pintunya, dan bersandar di baliknya.

“Kuharap, Yoo Ara mau bekerja sama denganku kali ini” ucapnya yakin.
Lalu tangannya bergerak meraih kacamata dan topi yang biasa ia pakai jika akan bepergian keluar rumah sendiri. Setelah memakainya, V berjalan keluar kamarnya. Dia melihat ibunya yang sedang duduk sendirian sambil menonton televisi. V merasa iba pada ibunya.

Seandainya, ibu menikah lagi, pasti dia tidak akan kesepian kalau ku tinggal sendirian dirumah... Paling tidak, ada yang menemaninya dan menghiburnya.

V hanya mengetahui kalau ibunya bercerai dengan ayahnya. Kata In Soo, ayahnya selingkuh dengan wanita lain saat dia masih sangat kecil. Ibunya tidak pernah mau memberitahukan siapa sebenarnya ayahnya. V bahkan tidak tahu nama ayahnya sendiri. Walaupun demikian, V tidak pernah membenci ayahnya sama sekali, biarpun V berfikiran kalau ayahnya pergi meninggalkannya dan ibunya untuk wanita lain.

“Ibu, aku akan keluar sekarang” kata V sambil mendekati ibunya, lalu duduk disamping Ibunya.

“Iya. Hati-hati di jalan” jawabnya. “Jangan kau apa-apakan teman wanitamu itu!” tambahnya.

“Ibu! Aku ini laki-laki baik-baik!” sahut V dengan kesal.

“Yasudah, ibu percaya padamu” katanya sambil tertawa ringan.

“Ya, ibu. Aku berangkat” pamit V.

***

Gadis cantik itu sedang duduk sendirian di pojok sebuah restoran. Sedari tadi dia hanya duduk termenung tanpa ada niat sedikitpun untuk membantu ibunya dan karyawan yang lain melayani pelanggan di restoran. Berkali-kali matanya memandang jam di tangannya dan jam di dinding restoran. Kali ini Yoo Ara sudah berdandan cantik untuk bertemu dengan seseorang. Dan siapa lagi orang itu kalau bukan V.

Seorang perempuan paruh baya pemilik restoran, melihat anaknya sambil menggelengkan kepalanya. Lalu kembali melanjutkan pekerjaannya di dapur. Setelah beberapa menit menunggu, Yoo Ara pun akhirnya merasa bosan juga.

“Sudah jam setengah delapan. Kenapa belum datang juga?” gumamnya lirih. Beberapa detik kemudian, dia pun beranjak dari tempat duduknya, dan berniat untuk menunggu V di luar restoran. Siapa tahu V tidak mau masuk karena di dalam ramai pengunjung.

Yoo Ara duduk di bangku depan restoran, dan kembali menunggu. “Apa dia sedang membohongiku?” ucapnya.

“Aku pasti menepati janjiku!” sahut seseorang. Yoo Ara mendongak, dan menoleh ke arah orang itu. Awalnya dia tidak mengenalinya. Tapi lama kelamaan, dia pun tahu.

“Ya Ampun! V!” teriaknya. V sungguh kaget setengah mati, saat Yoo Ara menyebut namanya sangat keras. Dia langsung membungkam mulut Yoo Ara dengan tangannya.

“Ssstt... jangan keras-keras. Pelankan suaramu!” perintah V. Yoo Ara mengangguk mengerti, lalu V melepaskan tanggannya dari Yoo Ara, dan duduk di samping gadis itu.

“Kau ini. Apa kau sedang tidak sadar?” tanya V.

“Iya, aku minta maaf. Aku kan kaget” jawab Yoo Ara.

“Ada perlu apa denganku?” tanya Yoo Ara.

“Kita bicara sambil jalan saja” jawab V. “Kau mau?” tanya V.

“Jalan kemana?” Yoo Ara berbalik bertanya.

“Kemana saja. Ayo!” jawab V, lalu berdiri, meraih tangan Yoo Ara dan setengah menariknya. Yoo Ara pun mengikutinya.

Mereka berdua hanya berjalan-jalan saja. Dengan obrolan ringan, tanpa ada niat untuk V menceritakan masalahnya pada Yoo Ara, dan apa tujuannya. Mereka terus berjalan, ditengah malam kota Seoul yang ramai dengan manusia. Tiba-tiba saja V berhenti di depan sebuah penjual es krim.

“Aku ingin membeli es krim. Kau mau?” tanya V. Yoo Ara hanya mengangguk. V pun membeli dua buah es krim untuknya dan Yoo Ara, setelah itu memberikannya satu untuk Yoo Ara.

“Sudah lama aku tidak makan es krim seperti sekarang ini” ucap V.

“Aku hampir setiap hari makan ini” sahut Yoo Ara.

“Benarkah? Kenapa kau tidak terlihat gemuk?” goda V.

“Hei! Apa maksudmu? Jangan bicara seperti itu ya!” tanggap Yoo Ara, kesal. V hanya tertawa melihatnya. Dia kembali teringat masa-masa dua tahun yang lalu. Saat hari ulang tahun Jin. Mereka berjalan-jalan di pinggir jalan, membeli es krim, dan tertawa bersama di pinggir jalan seperti ini. Tapi itu semua sudah hilang semenjak pertengkaran itu.

“Kau tahu? Terakhir, aku makan es krim seperti ini bersama Jin Hyung” kata V. Yoo Ara begitu kaget mendengar ucapan V barusan. Dia berfikiran, ternyata mereka berdua pernah akur. Dan V, barusan dia menyebut ‘Hyung’ pada nama Jin. Berarti dulu mereka sangat dekat.

Sebenarnya hal apa yang membuat mereka seperti ini? Batin Yoo Ara.

“Apa kau tidak bohong?” tanya Yoo Ara.

“Apa aku terlihat sedang berbohong?” tanya V kembali dengan tatapan yang serius.

Yoo Ara kembali bertanya. “Lalu, apa yang membuat kalian jadi seperti ini?”

“Aku tidak tahu. Tapi...” jawab V.

“Tapi apa?” tanya Yoo Ara.

“Mau kuceritakan?” V menatap Yoo Ara.

Yoo Ara mengangguk cepat.

Flashback... V’s  pov

“Kuharap, Jin Hyung tidak kesal denganku” gumamku, sambil berjalan menyusuri koridor.

Aku sedang mencari-cari Jin Hyung sedari tadi, tapi aku tidak menemukannya. Sejak pagi aku tidak melihatnya. Dan bahkan, sejak dua hari yang lalu, semejak aku mengikuti lomba Taekwondo Nasional, sama sekali dia tidak kelihatan. Dia bahkan tidak menghadiri lomba itu, alih-alih mendampingiku, melihatku saja tidak. Sesekali, aku berfikiran kalau-kalau Jin Hyung marah atau kesal padaku karena aku kalah di lomba itu. Aku sangat khawatir kalau hal itu sampai terjadi. Tapi Jin Hyung bukanlah orang yang seperti itu. Aku sangat mengenalnya.

Aku terus berjalan menyusuri koridor. Melewati beberapa anak yang berdiri memenuhi jalan, melewati ruang kepala sekolah, melewati kantin, tempat latihan Taekwondo, dan sampai lagi di depan kelasku. Kuputuskan untuk kembali. Siapa tahu, Jin Hyung sudah kembali ke kelas.

Saat aku akan membuka pintu kelas, akhirnya aku pun melihat Jin Hyung, yang sedang berjalan ke arahku. Tatapannya aneh. Aku sama sekali tidak mengerti arti tatapan itu. Apa dia sedih? Marah? Kesal? Atau... benci?

Aku langsung menghampirinya. “Hyung, kau dari mana saja? Dari tadi aku mencarimu, Hyung” kataku.

“Untuk apa mencariku?” tanyanya. Aku merasa sedikit aneh dengan nada bicaranya. Ada apa dengannya?

“Baiklah, Hyung. Kemarin aku kalah. Dan karena itu, bagaimana kalau nanti malam kita beli es krim. Aku yang akan mentraktirmu, Hyung” kataku, sambil meraih lengan Jin Hyung. Tapi tiba-tiba dia menghentakkan tangannya dan sontak membuatku langsung melepasnya.

“Tidak usah. Aku tidak mau beli es krim lagi denganmu” jawabnya. Aku agak bingung dengan sikapnya. Ya Tuhan, apa dia benar-benar marah padaku?

“Hyung, kau kenapa?” tanyaku. Dia tidak menjawab.

“Hyung, Jin Hyung...” kataku, sambil memegang pundaknya.

“Lepaskan! Jangan sentuh aku!” bentaknya padaku. Aku sungguh terkejut dengan sikapnya yang berubah sangat drastis padaku. Kenapa dia jadi sedingin ini padaku?

“Hyung, kau marah padaku?” tanyaku, pelan. “Maaf Hyung, kalau karena aku, kita kalah. Aku tidak tahu kenapa ketua memilihku secara mendadak. Padahal aku belum sepenuhnya menguasai tekniknya dengan benar” kataku berusaha menjelaskan.

“Kau tahu, kenapa kita kalah?” dia bertanya pelan. “Karena kau tidak bisa apa-apa! Kau tidak bisa apa-apa! Tidak bisa melakukan apapun dengan benar! Kau selalu membawa kekalahan untukku! Seharusnya aku! Aku yang menang!” bentaknya, sangat keras padaku.

Dia benar-benar marah padaku. Dan aku... aku... Jin Hyung, kenapa bicara seperti itu padaku? Aku tidak percaya kalau dia akan sampai membentakku dan berkata seperti itu padaku. Telingaku terasa sakit saat mendengarnya. Hatiku rasanya hancur ketika Jin Hyung membentakku.

“Kau hanya bisa mengandalkan popularitasmu sebagai Superstar! Kau itu sebenarnya tidak bisa melakukan apa-apa!” bentaknya lagi. Aku benar-benar merasa tidak tahan lagi dengan perlakuan Jin Hyung, dengan ucapan Jin Hyung yang menyakitkan bagiku.

“Cukup Hyung! Hentikan!” aku benar-benar tidak mau mendengar kata-katanya lagi. Kata-katanya terasa seperti sebuah dengungan yang sangat keras.

“Kau tahu? Kau itu Pembawa sial! KAU PEMBAWA SIAL,V!” bentaknya, sangat keras dihadapanku.

Dia membentakku untuk yang ketiga kalinya. Dan semua sungguh menyakitkan. Dan.. apalagi yang dikatakannya? “Kau tahu? Kau itu Pembawa sial! KAU PEMBAWA SIAL,V!”. Kata-kata itu, aku tidak percaya, Jin Hyung mengatakan itu padaku. Dan siapapun. Siapapun orang yang punya akal dan pikiran pasti tidak akan terima jika disebut-sebut sebagai pembawa sial.. begitupun denganku. Aku tidak tahan lagi dengan ini.

BUAAKK!!
Tiba-tiba saja tanganku bergerak, lalu meninju wajah Jin Hyung. Aku sudah sangat emosi.

“Hei! Jangan sekali-kali menyebutku seperti itu! Aku lebih baik darimu!” bentakku padanya. Terlihat, dia sedang berusaha bangkit. Aku tahu, arti tatapannya. Dan aku pun sudah siap menerimanya. Aku tahu, dia pasti akan membalasku.

BUAAKK!

V pov-Ending of flashback ....


“Itulah awal dari perkelahian kami, dan akhir dari persahabatan kami. Dan sampai sekarang, aku tidak tahu alasannya. Mungkin, karena aku kalah” kata V, lalu kembali menyantap es krimnya.

“Aku tidak menyangka, ternyata kalian pernah berteman sangat baik” kata Yoo Ara. “dan aku juga tidak menyangka kalau artis seperti V mempunyai cerita persahabatan seperti itu” tambahnya lagi.

“Ya, begitulah. Ada kalanya, seorang kawan menjadi lawan yang sangat tangguh. Ada kalanya pula seorang lawan menjadi kawan terbaik” jawab V.

Hidup ini memang tidak selalu berjalan seperti apa yang telah direncanakan” sambung Yoo Ara.

“Ya, benar. Semua itu adalah rahasia langit. Dan tidak ada manusia yang dapat membuka tabir dan membaca rahasia langit. Kecuali Tuhan” tambah V.

Karena pada dasarnya, kita semua tidak lebih baik dari apa yang ada dalam pikiran kita” sambung Yoo Ara. Kedua anak itu saling bertatapan, lalu tersenyum. V terus menatap Yoo Ara.

“Ada apa?” tanya Yoo Ara.

“Tidak ada...” jawab V. Tapi dia sama sekali tidak memalingkan pandangannya pada Yoo Ara. Membuat Yoo Ara tersipu malu, dan wajahnya memerah, terlihat jelas. Yoo Ara jadi semakin salah tingkah karena dipandang seperti itu oleh V. Dia berusaha mengalihkan perhatian sang superstar ini.

“Oh iya, sebenarnya kau ini ada perlu apa denganku? Sedari tadi kau belum mengatakannya” tanya Yoo Ara.

“Oh iya. Aku hampir saja lupa” jawab V. “Apa kau mau bekerja sama denganku?” tanya V.

“Bekerja sama? Maksudnya?” tanya Yoo Ara.

“Kau tahu kan, kalau Yooyoung selalu saja menempel padaku? Dia tidak akan melepasku kalau aku belum punya Yeojachingu” kata V.

“Lalu, apa hubungannya denganku?” tanya Yoo Ara lagi.

“Kau, mau tidak, jadi pacar palsuku?” tanya V.

Yoo Ara kaget bukan main mendengar perkataan V. Sungguh diluar dugaannya. “Apa?! Kau sudah gila ya? Kau kehabisan akal, hah?! Memang hanya cara ini kau bisa lepas darinya?” sahut Yoo Ara.

“Yaa... menurutku begitu” jawab V.

“Kau benar-benar gila! Kenapa harus aku?” tanya Yoo Ara.

“Aku tidak gila! Aku hanya mempercayaimu” jawab V. Yoo Ara terdiam. Dia sedikit kesal dengan V.

“Tapi kenapa harus aku? Apa tidak ada yang lain?”

“Tidak ada. Didunia ini, aku hanya mempercayai Tuhan, Ibu, Jungkook, Jimin, J-hope, dan kau saja. Dan yang mungkin kujadikan Yeojachingu, hanya kau saja” jelas V. Yoo Ara kembali terdiam. Dia malas membicarakan hal itu. Kenapa harus palsu? Yang dia inginkan bukanlah itu. Kalau saja bukan palsu, pasti Yoo Ara sekarang ini sudah menerimanya.

“Ah! Aku tidak mau! Tidak bisa!” kata Yoo Ara, lalu berjalan mendahului V.

“Ayo, kita pulang saja!” ajak Yoo Ara, dengan nada bicara yang dingin.

“Tapi...”

“Sudahlah!”

V sangat kecewa dengan jawaban Yoo Ara. Padahal dia berharap Yoo Ara mau bekerja sama dengannya. V sangat membutuhkan Yoo Ara. Dia tidak tahu, cara ini benar atau salah. Tapi yang jelas, menurutnya inilah cara yang tepat agar Yooyoung menjauh darinya.

Mereka tidak berjalan sejajar. Yoo Ara berjalan mendahului V, dan V juga tidak berani untuk berjalan sejajar dengannya. V hanya mengikuti Yoo Ara dari belakang, menatap punggung gadis itu, dengan perasaan kecewa.

Di dalam Bus pun sama. Yoo Ara hanya duduk membisu, tanpa ada niat sedikitpun untuk membuka suaranya. Dan tanpa sedikitpun menoleh ke arah V yang duduk di sampingnya. Bus yang ditumpanginya seakan berjalan sangat lambat, membuat Yoo Ara semakin kesal. Dia sudah tidak sabar ingin cepat-cepat sampai rumah. V sedari tadi juga hanya diam. Dia masih memikirkan, bagaimana caranya agar Yoo Ara mau bekerja sama dengannya.

Apa dengan uang? Ah, tidak mungkin. Yoo Ara bukan orang yang seperti itu. Bisa-bisa, dia malah memusuhiku, apalagi sampai membenciku. Batin V. Dia kali ini benar-benar sangat bingung. Tidak ada cara yang lain selain memohon pada Yoo Ara.

Bus akhirnya berhenti berjalan, dan mereka berdua turun di halte dekat restoran milik Yoo Ara. Lagi-lagi mereka membisu. Yoo Ara kembali berjalan mendahului V.

“Yoo Ara” panggil V. Yoo Ara berhenti melangkah, tapi dia tidak menoleh ke belakangnya, untuk melihat lawan bicaranya, seakan sudah tahu apa yang akan dikatakan V padanya.

“Aku mohon, bantu aku. Aku sudah lelah dengan ini semua” kata V. Yoo Ara jadi semakin kesal. Dia kembali melangkah, tanpa menghiraukan V yang berulangkali memanggil nama Yoo Ara.[TBC]
 


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS