RSS

FF || "THE PROFESSIONAL MAN" || C1 || JHR || BTS || KILLER + MYSTERY






Tittle : The Professional Man

Author : Jeon Hye Ri

Rating : G

Genre : Killer + Romance

Leght : Chapter

Main. cast : J-hope BTS | Bomi A Pink | Song Joong Ki [Actor]

Other. cast : Jin BTS | Son Dongwoon BEAST | All member BTS [Jungkook, Jimin, V, Suga, Rapmon]

방탄소년단

Chapter 1



Kim Nam Joon, terbangun dan segera menyadari bahwa tempat ini bukanlah tempat yang seharusnya ia datangi. Tempat ini bukanlah sebuah apartemen, rumah, kamar, ataupun gudang. Disekalilingnya hanya terdapat pepohonan menjulang tinggi dan gelap gulita. Hanya cahaya bulan malam itu, yang membantu indera penglihatannya. Harusnya, sang rapper tekenal ini sedang konser di Seoul. Tapi entah kenapa dia malah berada di tempat mengerikan seperti ini.

“Sepertinya tadi ada yang memukulku” gumam Nam Joon, sambil memijit mijit tengkuknya yang terasa sakit. Dengan perlahan dia bangkit lalu segera mencari jalan keluar dari hutan itu.
Tak disangka, seseorang mengikutinya. Seseorang dengan tubuh yang dibalut dengan pakaian serba hitam, nyaris hanya seperti bayangan. Orang misterius itu sedari tadi terus mengikuti Nam Joon. Dan memang orang itulah yang telah memukul Nam Joon sampai pingsan dan membawanya ke tempat ini. Orang misterius itu terus mengikuti Nam Joon.

“Siapa itu?!” merasa diikuti, Nam Joon berteriak dan menghentikan langkahnya. Pandangannya ditujukan ke segala arah.

“Tunjukan dirimu!” teriaknya lagi. Dan seseorang pun muncul dan berdiri di hadapannya. Belum juga Nam Joon melihat sosok itu dengan jelas, tiba-tiba saja,

Cklek.
Dorrr!
Sebuah tembakan melesat orang misterius tadi menembakkan peluru, tepat ke jantung Nam Joo dengan sangat profesional. Tanpa satupun kata terakhir yang terucap, Nam Joon seketika tewas di tempat.
Orang dengan pakaian serba hitam tadi dengan sigap langsung menyeret Nam Joon. Sampai di suatu tempat, telah siap sebuah lubang yang telah dia persiapkan untuk mengubur mayat Nam Joon. Sebelum dia menjatuhkannya ke dalam lubang, tangannya yang dilapisi dengan sarung tangan mengambil ponsel dari pakaian Nam Joon. Setelah mengambilnya, orang misterius tadi segera mengubur mayat Nam Joon, di tanah yang tidak berlumut agar tidak meninggalkan bekas galian yang menonjol.

***

“Berita mengejutkan datang dari rapper terkenal Korea Selatan, Kim Nam Joon. Puluhan ribu penonton merasa kecewa akibat sang rapper ini tak kunjung muncul dalam konsernya di Seoul yang dihadiri khusus olehnya. Tidak tahu apa sebabnya, sang rapper ini tiba-tiba saja menghilang, dan sama sekali tidak meninggalkan bekas apapun. Diduga, sang rap...”.

Belum juga berita itu selesai disiarkan, Min Yoon Gi langsung mematikan televisinya, seakan sudah tahu apa yang terjadi. Setelah itu dia terkekeh.

“Hahaha.. matilah kau, Nam joon. Sampai kapanpun, kau tak kan bisa mengalahkanku, dan tak akan kubiarkan kau menang” ujar Yoon Gi. Dia kembali terkekeh, di ruangan pribadinya dengan didampingi oleh asistennya.

“Bagus, tuan Kim. Kau memilih seseorang yang profesional sepertinya” kata Yoon Gi pada tuan Kim, yang ikut tersenyum.

“Dia memang sangat handal dengan hal semcam ini. Jadi tidak perlu diragukan lagi” kata tuan Kim.

“Hmm, aku percaya padamu” sahut Yoon Gi.
Cklek. Beberapa saat kemudian, pintu terbuka dan masuklah seseorang.

“Tuan, dia sudah datang” katanya.

“Persilahkan dia masuk” perintah Yoon Gi. “Bagaimana? Apa sudah siap?” tanya Yoon Gi pada tuan Kim.

“Sudah” jawabnya, lalu mengambil tas yang berisikan uang yang sangat banyak.
Seseorang memasuki ruang pribadi Yoon Gi dan langsung membungkukkan badannya, memberi hormat dengan tatapan dingin dan datar.

“Duduklah” perintah Yoon Gi. Lalu orang yang berpakaian serba hitam itu pun duduk di sofa, di hadapan Yoon Gi. Yoon Gi mengambil tas di tangan tuan Kim, lalu meletakkannya di meja.

“Kerjamu sangat bagus. Ini, sesuai yang telah kujanjikan padamu” kata Yoon Gi pada lelaki dihadapannya yang sama sekali tidak menampakkan senyumannya, walaupun Yoon Gi telah tersenyum.

“Sudah kau pastikan kalau polisi tidak akan melibatkanku? Lalu, kau yakin tidak ada jejak yang tertinggal?” tanya Yoon Gi.

“Ye. Semua seperti apa yang Anda inginkan” jawab lelaki tadi, tanpa membalas tatapan Yoon Gi.

“Bagus. Menurutku, ini sebanding dengan apa yang kau lakukan untukku” kata Yoon Gi, dan menyodorkan tas yang berisi uang tadi pada lelaki tiu.

“Hmm, kamsahamnida” jawabnya. “Kalau begitu, saya permisi” pamitnya, lalu meraih tas yang diberikan padanya.

“Baiklah” jawab Yoon Gi. Namja itu pun bangkit dari tempatnya duduk dan berniat untuk keluar dari ruang pribadi Yoon Gi.

“Tunggu!” suara Yoon Gi menghentikan langkah Namja itu, yang telah memegang gagang pintu yang hendak ia buka. Dia tidak berbalik dan hanya menampakkan setengah wajahya.

“Berapa usiamu?” tanya Yoon Gi.

“Usiaku lebih muda dari usia Anda” jawabnya singkat, lalu segera keluar dari ruangan Yoon Gi.

Yoon Gi teheran dibuatnya. Matanya tidak beralih dari pintu, tempat namja tadi berdiri, sebelum bayangan tubuh ramping itu menghilang. Yoon Gi sungguh heran. Kenapa tidak. Bagaimana bisa dia lebih muda darinya? Bahkan pekerjaannya saja lebih mengerikan dari pada pekerjaan Yoon Gi yang seorang rapper. Bahkan lebih berbahaya dari seorang buruh yang bekerja sebagai kuli pengangkat barang barang berat. Yoon Gi saja masih muda. Tidak pernah terbayangkan jika sebenarnya dia lebih muda dari Yoon Gi. Anak semuda itu sudah menjadi pembunuh bayaran?

“Yang benar saja...” kata Yoon Gi yang masih terheran. “Sikapnya saja sedingin itu” tambahnya lagi.

“Kurasa, dia memang benar-banar orang yang sangat tertutup. Jadi tidaklah aneh jika dia sangat dingin. Mengingat bahwa pekerjaannya seperti itu, bukanlah hal yang mustahil kalau dia pribadi yang tertutup dan dingin” ujar tuan Kim.

“Ya, itu benar. Memang siapa namanya?” tanya Yoon Gi.

“Menurut penyelidikan, nama samarannya J-hope. Sejauh ini tidak ada yang tahu nama aslinya” jelas tuan Kim.

“J-hope... anak itu sungguh cerdas” kata Yoon Gi.

***

Kriiiing!
Sebuah telepon berbunyi. Seorang namja meraih gagang telepon dan segera mengangkatnya.

“Yobosaeyo” suara gagahnya menyapa seorang kliyen di seberang telepon.

“Kau sudah dengar beritanya?” tanya seseorang dari seberang telepon, yang kelihatanya seorang lelaki paruh baya.

“Ya. Saya sudah mendengar berita itu” jawabnya.

“Ini sungguh aneh. Bisakah kau bekerja untukku? Tolong selesaikan masalah ini” kata lelaki paruh baya di seberang telepon. Namja itu sudah menyangka permintaan itu akan keluar dari mulut lelaki paruh baya ini.

“Baiklah, akan segera saya urus” jawabnya.

“Akan kuhargai kerja kerasmu. Aku sangat memerlukan bantuanmu” kata lelaki paruh baya itu.

“Baik tuan, akan saya usahakan” jawabnya. Setelah itu sambungan mereka terputus. Namja itu kembali meletakkan gagang telepon ke tempat semula.

Terlihat, jemarinya tengah memijit-mijit dahinya karena kepalanya terasa pusing. Baru saja dia menyelesaikan suatu urusan, urusan berikutnya sudah datang menghampiri. Bahkan urusan sebelumnya belum sepenuhnya bersih. Masih meninggalkan banyak pertanyaan dalam pikirannya.

Ya, pembunuh itu... Mungkin pelakunya sama. Tapi, siapa sebenarnya dia? Sulit sakali menangkapnya”. Batinnya, yang semakin penasaran.

Pekerjaan ini sungguh berat. Apalagi, kasus yang terakhir ini menyangkut kepentingan publik. Jika tidak segera diselesaikan, akan menjadi sebuah tanda tanya besar di kalangan masyarakat Korea Selatan, bahkan Dunia. Sebenarnya jumlah anggota kelompoknya sudah cukup untuk menuntaskan kasus satu orang. Tapi entah bagaimana dan mengapa, setiap kasus pembunuhan di Korea akhir-akhir ini kelompoknya tidak pernah bisa menuntaskan kasusnya. Ini sungguh aneh.

Kim Seok Jin, seorang detektif yang berada di bawah naungan Kantor Kepolisian Pusat Daerah Cheonan ini sedang kebingungan. Bagaimana caranya menuntaskan kasus ini, sedang kasus yang lalu belum kunjung terselesaikan. Sesekali dia ingin menyerah dan langsung menutup kasus ini. Tapi dia sadar, seorang detektif muda yang senior sepertinya tidaklah boleh bersikap seperti ini. Bagaimanapun, ini adalah tanggung jawabnya sebagai seorang Detektif utama di kantornya.

“Perintahkan Jimin, Jungkook, dan Tae Hyung untuk segera ke ruanganku” perintah Jin lewat telepon, pada seorang petugas. Setelah itu, dia kembali meletakkan gagang teleponnya dan menunggu kedatangan mereka.

Tak menunggu lama waktu, ketiga anak buahnya pun telah sampai di ruangannya. Jin langsung mempersilahkan ketiganya untuk duduk di sofa. Belum ada yang memulai bicara. Jin juga belum memulai pembicaraannya. Dia belum menyampaikan apa yang ingin dia sampaikan pada ketiga temannya.

“Ada apa, Ketua Kim?” tanya Jungkook.

Jin membenarkan posisi duduknya, lalu mulai bersuara. “Kalian sudah dengar berita tentang Kim Nam Joon?” tanya ketua Kim, pada ketiga temannya, atau yang lebih informal anak buahnya.

“Ya. Berita menghilangnya rapper terkenal itu” sambung Jimin.

“Kenapa? Apa ada job lagi?” tanya Tae Hyung malas.

“Hmm.. managernya memintaku untuk menyelesaikan kasus ini dengan segera” jawabnya. Wajah ketiga temannya itu seketika berubah putus asa, sama sepertinya. Ini memang sudah kesekian kalinya kasus pembunuhan terjadi dan sulit untuk dipecahkan.

“Yang benar saja. Kasus presdir Junghyun saja belum tuntas. Sudah ada masalah baru?” keluh Tae Hyung.

“Mayatnya saja baru ditemukan dua hari yang lalu setelah pencarian selama hampir dua minggu” sambung Jungkook.

“Tapi kita tinggal mencari pelakunya, kan?” tanya ketua Kim.

“Dan ketua tahu sendiri, kan? Kalau si pelaku sama sekali tidak meninggalkan jejak sedikitpun” sahut Jimin.

“Aku punya prasangka aneh. Dari sekian banyak kasus pembunuhan, nasibnya selalu sama. Terkubur, dan sulit mencari pelakunya. Aku rasa...”

“Maksud ketua, pelakunya sama?” tanya Jimin, yang langsung memotong penjelasan Ketua Kim.

“Ya, mungkin saja sama” jawab ketua Kim.

“Tapi bagaimana bisa?” tanya Tae Hyung.

“Benar juga” sahut Jungkook, yang sukses membuat semua menoleh ke arahnya. “Menurut rekaman CCTV pelaku selalu memasuki ruang apartemen atau hotel milik pelaku, dan selalu dengan keadaan korban yang sedang ada di dalam. Dan pakaian yang selalu sama yaitu jaket, celana, sarung tangan, topi, dan masker yang warnanya hitam” jelas Jungkook.

“Lalu setiap pelaku itu masuk, aliran listrik selalu terputus” sambung Jimin.

“Dan setelah listriknya menyala, tersangka ataupunn korban tidak pernah keluar dari dalam ruangan. Mereka menghilang” sahut Tae Hyung.

“Ya, kalian benar. Dan pada akhirnya korban ditemukan telah menjadi mayat dan terkubur di tempat yang jarang penduduknya” kata ketua Kim.

“Jadi pelaku pembunuhan yang selalu kita selidiki pelakunya sama? Dan pelaku pembunuhan Nam Joon kali ini juga sama?” tanya Jungkook.

“Menurutku begitu” jawab ketua Kim

“Tapi tunggu. Kita belum menyelidiki apapun tentang kasus ini. Bisa jadi pelakunya lain” kata Tae Hyung.

“Kau benar” sambung Jimin. “Kita jangan menduganya dulu tanpa bukti apapun” tambahnya.

“Hm.. begini...” ketua Kim mendekat, dan memberikan intruksi kepada teman temannya untuk menjalankan perintahnya. Satu per satu temannya mendapat tugas yang berbeda dari ketua Kim. Dan berakhirlah percakapan mereka, setelah sebuah anggukan kecil dari Jimin, Tae Hyung, dan Jungkook, tanda mengerti.

“Kuharap, kasus ini bisa selesai” kata ketua Kim.

***

“Aku pulang...” seorang gadis memasuki rumahnya, yang kemudian disusul seseorang di belakangnya.

“Ye...” jawab seorang wanita paruh baya dari dalam rumah.

Setelah gadis itu dan kakak laki-lakinya masuk, mereka berdua langsung disambut dengan semeja penuh makanan, yang khusus dibuatkan oleh ibu mereka.

“Eomma, kau masak banyak sekali” kata Bomi, yang langsung menuju ke meja makan dan duduk di sana. “Apakah ini akan habis?” tanya Bomi.

“Eomma masak banyak, untuk Oppa-mu. Kasihan dia. Pekerjaannya sangat melelahkan. Iya kan?” jawabnya.

Jin, duduk di samping Bomi dan setelah meminum segelas air mineral, dia bersuara. “Eomma, itu memang sudah tanggung jawabku sebagai seorang detektif” kata Jin. “Tidak usah berlebihan seperti ini” tambahnya.

Setelah itu, wanita yang dipanggil Eomma itu pun ikut duduk dan memulai makan malam mereka bersama. Sebenarnya Kang Minji, ibu Jin tidak menyetujui anaknya yang satu ini menjadi detektif. Dia takut karena pekerjaan ini, nasib putranya akan jadi seperti mendiang suaminya, yang meninggal dua tahun lalu karena jebakan seorang pelaku saat sedang melakukan penyelidikan. Tapi justru sebaliknya, Jin ingin seperti ayahnya. Jin ingin meneruskan perjuangan ayahnya, dan dia akan membalaskan kematian ayahnya pada pembunuh itu. Ya. Sosok pembunuh yang sama, seperti yang dipikirkannya bersama teman temannya. Pembunuh yang tak pernah diketahui identitasnya. Pembunuh yang tidak pernah meninggalkan jejak sedikitpun. Pembunuh yang misterius, yang telah membunuh ayahnya.

“Bomi-ah, setelah ini antarkan mekanan ke rumah Joongki ya” pinta Minji.

“Ye, eomma” jawab Bomi.

“Kasihan dia. Pasti dia belum makan” kata Minji.

Setelah makan malam mereka selesai, Kang Minji dengan didampingi Bomi segera membungkuskan makanan yang akan ia berikan pada Joongki. Joongki adalah tetangganya terdekatnya. Sejak awal pembangunan rumahnya, Joongki dan ayahnya sudah lebih lama tinggal di kompleks perumahan tempat rumah Bomi berada. Sejak kepindahan mereka, Joongki sudah banyak membantu keluarganya mengurus semuanya. Ya walaupun Joongki berbeda dengan orang kebanyakan. Joongki berbeda. Dia mengalami cacat mental semenjak ibunya meninggal lima tahun yang lalu. Saat itu dia sangat ketakutan, takut karena ibunya meninggal karena dirinya. Dia tidak sengaja menusukkan pisau dapur ke ibunya yang saat itu berada di dapur, dan bertabrakan dengan Joongki. Saat itu Joongki sangat kebingungan. Dia yang melakukannya, dia takut kalau polisi akan menangkapnya dan memenjarakannya atau menghukum mati dirinya. Dai tidak berani membawa ibunya ke rumah sakit. Saat itu pikirannya sedang kacau. Dan pada akhirnya ayahnya kembali dari tempat kerjanya, yang pekerjaannya sebagai seorang kuli di sebuah pabrik. Joongki hanya menangis saat ditanyai oleh ayahny yang sudah sangat marah dengan Joongki. Sejak kejadian itu, mental Joongki semakin buruk. Apalagi dengan perlakuan ayahnya padanya yang begitu kasar. Tapi ada kalanya pula, sang ayah berlaku lembut pada putranya. Ayah Joongki hanya berlaku kasar jika dia teringat mendiang ibu Joongki.

***

Bomi sedang berjalan menuju rumah Joongki yang berjarak tidak terlalu jauh dari rumahnya. Dari rumahnya, dia hanya tinggal berjalan ke arah selatan, lalu setelah itu melewati jalan menanjak, dan sampai di depan rumah Joongki yang sederhana. Rumahnya tidaklah semewah rumah Bomi. Rumahnya sangat sederhana dengan halaman yang sangat sempit. Bomi melihat, rumah Joongki masih gelap.

Apakah dia sudah tidur?. Batin Bomi.

Dia memangdang sebentar rumah itu, lalu tangannya meraih gagang pintu dan sedikit mendorongnya. Ternyata pintunya tidak terkunci. Bomi pun segera memasukinya. Disana gelap. Joongki ternyata belum menyalakan lampunya. Bomi mencari cari saklar, dan setelah menemukannya, keadaan ruang tamu menjadi lebih terang. Sosok Joongki belum juga Bomi temukan. Dia mencari cari Joongki ke seluruh ruangan.

“Joongki-ah kau dimana?” panggil Bomi. “Joongki-ah, ini aku. Bomi”

“Bomi-ah!” suara Joongki memekik dari dalam kamarnya, memanggil nama Bomi. Bomi pun segera menuju kamar Joongki. Dia melihat Joongki yang sedang berjongkok di sudut ruangan yang gelap. Tangannya berusaha meraih saklar lalu menyalakan lampunya. Setelah lampu menyala, Bomi langsung menghampiri Joongki.

“Astaga. Kau kenapa Joongki-ah?” tanya Bomi.

“Ayahku belum pulang. Aku sangat takut sendirian” jawab Joongki dengan memelas.

“Berdirilah. Sebentar lagi pasti ayahmu akan pulang” kata Bomi, sambil membantu Joongki bangkit. Setelah itu, dia membawa Joongki keluar dari kamarnya.

“Apa kau lapar?” tanya Bomi. Joongki mengangguk.

“Aku bawakan makanan. Kau makan dulu ya” tawar Bomi. Kemudian mereka berdua duduk dilantai, dan Bomi meletakkan makanan yang ia bawa di meja,seperti biasanya.

“Kau pasti suka” kata Bomi, lalu membuka makanan itu dan mengambilkannya untuk Joongki. “Ini, aku bawakan kimchi dan doenjang. Kau suka kan?”

“Gomawo, Bomi-ah...” kata Joongki dengan senyum yang sangat manis.

Kemudian Joongki pun menulai makan malamnya tanpa kehadiran ayahnya. Memang biasanya ayahnya lembur. Kadang dia diperintahkan untuk berjaga malam di pabrik. Bomi memandang Joongki dengan tatapan memelas. Dia tidak tahu harus bersikap apa di depan Joongki. Bomi tahu, kalau Joongki menyukainya. Tapi Bomi sama sekali tidak menyukainya. Bomi pun tak bisa bersikap menjauhi Joongki, mengingat keadaan Joongki yang seperti ini. Sangat memprihatinkan.

***

Cklek.
Sebuah pintu terbuka, dan mesuklah seorang nemja bertubuh ramping. Ia baru saja pulang berbelanja. Setelah memasuki rumahnya, namja itu bergegas memasuki dapur dan mempersiapkan segala sesuatu untuk memulai memasak. Dia akan memasak makanan untuknya makan malam ini. Tidak perlu masak banyak, karena saperti biasa, makan malamnya hanya ditemani kesunyian di rumahnya. Sama sekali tidak ada unsur kehangatan di dalamnya. Dan memang namja itu tidak memerlukan kehangatan. Hidupnya memang begini. Sunyi, dan dingin. Semenjak kematian kakeknya, satu satunya keluarga terdekatnya, hidupnya jadi seperti ini.

Dia kehilangan kakeknya saat dia menginjak usia lima belas tahun. Dan kejadian itu terpampang jelas di depan matanya, dimana kakeknya telah dibunuh oleh sekelompok orang tak dikenal, yang mungkin adalah musuh kakeknya selama dalam bui. Ya. Kakeknya adalah seorang kriminal yang selalu menjadi buronan polisi. Sebab itulah, J-hope, namja dingin ini mengalami dewasa sebelum saatnya.

Dia adalah pribadi yang sangat tertutup. Oleh karena itu dia tidak punya teman. Dan memang dia tidak berniat memiliki seorang teman. Mengingat bahwa pekerjaannya ini adalah seorang pembunuh bayaran, dia mengkhawatirkan nasibnya kalau sampai dia punya teman.

Beberapa menit kemudian, J-hope pun selesai memasak. Dia kembali mempersiapkan semuanya sendirian. Tak akan ada yang membantunya, dan dia pun tak memerlukan bantuan siapapun. Makan malam sendirian. Tak ada yang menemaninya. Sudah terbiasa baginya hidup seperti ini. Tidak banyak bicara, dan segera menghabiskan makan malamnya. Dia harus istirahat setelah berhari hari bekerja keras. Pekerjaan yang sangat berat sekaligus berbahaya. Ini sudah biasa baginya. Tapi bagi orang kebanyakan, pekerjaan ini sangatlah mengerikan. Membunuh, baginya adalah hal yang biasa. Karena itu memang sudah pekerjaannya.

***

Pagi itu, Ketua Kim, detektif Jimin, detektif Jungkook, dan detektif Tae Hyung berkumpul di ruangan Ketua Kim. Mereka kembali dengan membawa tugas masing-masing.

“Tae Hyung, bagaimana? Kau sudah dapatkan denah gedung Hotel Hongdeong?” tanya Ketua Kim. Hotel Hongdeong adalah tempat dimana Namjoon menginap sebelum dia menghilang.

“Hmm..” Tae Hyung langsung mengeluarkan sebuah gulungan kecil, lalu membentangkannya di meja.

“Jimin, bagaimana denganmu? Kau sudah mendapatkan denah lokasi sekitar Hotel Hongdeong?” tanya Ketua Kim kemudian. Jimin pun dengan segera mengeluarkan sebuah gulungan kertas yang cukup lebar, dan membentangkannya di atas meja, berdampingan dengan denah gedung Hotel Hongdeong.

“Jungkook, bagaimana denganmu?” Jungkook langsung meletakkan sebuah DVD yang dia minta dari petugas van di Hotel itu.

“Ini adalah rekaman CCTV yang pada saat kejadian itu terjadi. Seperti yang Ketua minta, aku sudah melihatnya dahulu” jelas Jungkook.

“Lalu, apa yang kau temukan?” tanya Ketua Kim.

“Sama. Semuanya sama. Pelaku itu mengenakan pakaian yang sama, dan kejadiannya pun tidak ada yang berbeda. Tapi...”

“Tapi apa?”

“Sepertinya, kita bisa mengenalinya” kata Jungkook.[TBC]



  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar