Tittle :
The Professional Man
Author :
Jeon Hye Ri
Rating :
G
Genre :
Killer + Romance
Leght :
Chapter
Main. cast : J-hope BTS | Bomi A Pink | Song Joong Ki
[Actor]
Other. cast : Jin BTS | Son Dongwoon
BEAST | All member BTS
[Jungkook, Jimin, V, Suga, Rapmon]
방탄소년단
Chapter 1
Kim Nam Joon,
terbangun dan segera menyadari bahwa tempat ini bukanlah tempat yang seharusnya
ia datangi. Tempat ini bukanlah sebuah apartemen, rumah, kamar, ataupun gudang.
Disekalilingnya hanya terdapat pepohonan menjulang tinggi dan gelap gulita.
Hanya cahaya bulan malam itu, yang membantu indera penglihatannya. Harusnya,
sang rapper tekenal ini sedang konser di Seoul. Tapi entah kenapa dia malah
berada di tempat mengerikan seperti ini.
“Sepertinya tadi
ada yang memukulku” gumam Nam Joon, sambil memijit mijit tengkuknya yang terasa
sakit. Dengan perlahan dia bangkit lalu segera mencari jalan keluar dari hutan
itu.
Tak disangka,
seseorang mengikutinya. Seseorang dengan tubuh yang dibalut dengan pakaian serba
hitam, nyaris hanya seperti bayangan. Orang misterius itu sedari tadi terus
mengikuti Nam Joon. Dan memang orang itulah yang telah memukul Nam Joon sampai
pingsan dan membawanya ke tempat ini. Orang misterius itu terus mengikuti Nam
Joon.
“Siapa itu?!”
merasa diikuti, Nam Joon berteriak dan menghentikan langkahnya. Pandangannya
ditujukan ke segala arah.
“Tunjukan
dirimu!” teriaknya lagi. Dan seseorang pun muncul dan berdiri di hadapannya.
Belum juga Nam Joon melihat sosok itu dengan jelas, tiba-tiba saja,
Cklek.
Dorrr!
Sebuah tembakan
melesat orang misterius tadi menembakkan peluru, tepat ke jantung Nam Joo
dengan sangat profesional. Tanpa satupun kata terakhir yang terucap, Nam Joon
seketika tewas di tempat.
Orang dengan
pakaian serba hitam tadi dengan sigap langsung menyeret Nam Joon. Sampai di
suatu tempat, telah siap sebuah lubang yang telah dia persiapkan untuk mengubur
mayat Nam Joon. Sebelum dia menjatuhkannya ke dalam lubang, tangannya yang
dilapisi dengan sarung tangan mengambil ponsel dari pakaian Nam Joon. Setelah
mengambilnya, orang misterius tadi segera mengubur mayat Nam Joon, di tanah
yang tidak berlumut agar tidak meninggalkan bekas galian yang menonjol.
***
“Berita
mengejutkan datang dari rapper terkenal Korea Selatan, Kim Nam Joon. Puluhan
ribu penonton merasa kecewa akibat sang rapper ini tak kunjung muncul dalam
konsernya di Seoul yang dihadiri khusus olehnya. Tidak tahu apa sebabnya, sang
rapper ini tiba-tiba saja menghilang, dan sama sekali tidak meninggalkan bekas
apapun. Diduga, sang rap...”.
Belum juga
berita itu selesai disiarkan, Min Yoon Gi langsung mematikan televisinya,
seakan sudah tahu apa yang terjadi. Setelah itu dia terkekeh.
“Hahaha..
matilah kau, Nam joon. Sampai kapanpun, kau tak kan bisa mengalahkanku, dan tak
akan kubiarkan kau menang” ujar Yoon Gi. Dia kembali terkekeh, di ruangan
pribadinya dengan didampingi oleh asistennya.
“Bagus, tuan
Kim. Kau memilih seseorang yang profesional sepertinya” kata Yoon Gi pada tuan
Kim, yang ikut tersenyum.
“Dia memang sangat
handal dengan hal semcam ini. Jadi tidak perlu diragukan lagi” kata tuan Kim.
“Hmm, aku
percaya padamu” sahut Yoon Gi.
Cklek. Beberapa saat
kemudian, pintu terbuka dan masuklah seseorang.
“Tuan, dia sudah
datang” katanya.
“Persilahkan dia
masuk” perintah Yoon Gi. “Bagaimana? Apa sudah siap?” tanya Yoon Gi pada tuan
Kim.
“Sudah”
jawabnya, lalu mengambil tas yang berisikan uang yang sangat banyak.
Seseorang
memasuki ruang pribadi Yoon Gi dan langsung membungkukkan badannya, memberi
hormat dengan tatapan dingin dan datar.
“Duduklah”
perintah Yoon Gi. Lalu orang yang berpakaian serba hitam itu pun duduk di sofa,
di hadapan Yoon Gi. Yoon Gi mengambil tas di tangan tuan Kim, lalu
meletakkannya di meja.
“Kerjamu sangat
bagus. Ini, sesuai yang telah kujanjikan padamu” kata Yoon Gi pada lelaki
dihadapannya yang sama sekali tidak menampakkan senyumannya, walaupun Yoon Gi
telah tersenyum.
“Sudah kau
pastikan kalau polisi tidak akan melibatkanku? Lalu, kau yakin tidak ada jejak
yang tertinggal?” tanya Yoon Gi.
“Ye. Semua
seperti apa yang Anda inginkan” jawab lelaki tadi, tanpa membalas tatapan Yoon
Gi.
“Bagus.
Menurutku, ini sebanding dengan apa yang kau lakukan untukku” kata Yoon Gi, dan
menyodorkan tas yang berisi uang tadi pada lelaki tiu.
“Hmm, kamsahamnida” jawabnya. “Kalau begitu,
saya permisi” pamitnya, lalu meraih tas yang diberikan padanya.
“Baiklah” jawab
Yoon Gi. Namja itu pun bangkit dari tempatnya duduk dan berniat untuk keluar
dari ruang pribadi Yoon Gi.
“Tunggu!” suara
Yoon Gi menghentikan langkah Namja itu, yang telah memegang gagang pintu yang
hendak ia buka. Dia tidak berbalik dan hanya menampakkan setengah wajahya.
“Berapa usiamu?”
tanya Yoon Gi.
“Usiaku lebih
muda dari usia Anda” jawabnya singkat, lalu segera keluar dari ruangan Yoon Gi.
Yoon Gi teheran
dibuatnya. Matanya tidak beralih dari pintu, tempat namja tadi berdiri, sebelum
bayangan tubuh ramping itu menghilang. Yoon Gi sungguh heran. Kenapa tidak.
Bagaimana bisa dia lebih muda darinya? Bahkan pekerjaannya saja lebih mengerikan
dari pada pekerjaan Yoon Gi yang seorang rapper. Bahkan lebih berbahaya dari
seorang buruh yang bekerja sebagai kuli pengangkat barang barang berat. Yoon Gi
saja masih muda. Tidak pernah terbayangkan jika sebenarnya dia lebih muda dari
Yoon Gi. Anak semuda itu sudah menjadi pembunuh bayaran?
“Yang benar
saja...” kata Yoon Gi yang masih terheran. “Sikapnya saja sedingin itu”
tambahnya lagi.
“Kurasa, dia
memang benar-banar orang yang sangat tertutup. Jadi tidaklah aneh jika dia
sangat dingin. Mengingat bahwa pekerjaannya seperti itu, bukanlah hal yang
mustahil kalau dia pribadi yang tertutup dan dingin” ujar tuan Kim.
“Ya, itu benar.
Memang siapa namanya?” tanya Yoon Gi.
“Menurut
penyelidikan, nama samarannya J-hope. Sejauh ini tidak ada yang tahu nama
aslinya” jelas tuan Kim.
“J-hope... anak
itu sungguh cerdas” kata Yoon Gi.
***
Kriiiing!
Sebuah telepon
berbunyi. Seorang namja meraih gagang telepon dan segera mengangkatnya.
“Yobosaeyo”
suara gagahnya menyapa seorang kliyen di seberang telepon.
“Kau sudah
dengar beritanya?” tanya seseorang dari seberang telepon, yang kelihatanya
seorang lelaki paruh baya.
“Ya. Saya sudah
mendengar berita itu” jawabnya.
“Ini sungguh
aneh. Bisakah kau bekerja untukku? Tolong selesaikan masalah ini” kata lelaki
paruh baya di seberang telepon. Namja itu sudah menyangka permintaan itu akan
keluar dari mulut lelaki paruh baya ini.
“Baiklah, akan
segera saya urus” jawabnya.
“Akan kuhargai
kerja kerasmu. Aku sangat memerlukan bantuanmu” kata lelaki paruh baya itu.
“Baik tuan, akan
saya usahakan” jawabnya. Setelah itu sambungan mereka terputus. Namja itu
kembali meletakkan gagang telepon ke tempat semula.
Terlihat,
jemarinya tengah memijit-mijit dahinya karena kepalanya terasa pusing. Baru
saja dia menyelesaikan suatu urusan, urusan berikutnya sudah datang
menghampiri. Bahkan urusan sebelumnya belum sepenuhnya bersih. Masih
meninggalkan banyak pertanyaan dalam pikirannya.
Ya,
pembunuh itu... Mungkin pelakunya sama. Tapi, siapa sebenarnya dia? Sulit
sakali menangkapnya”. Batinnya, yang semakin penasaran.
Pekerjaan ini
sungguh berat. Apalagi, kasus yang terakhir ini menyangkut kepentingan publik.
Jika tidak segera diselesaikan, akan menjadi sebuah tanda tanya besar di
kalangan masyarakat Korea Selatan, bahkan Dunia. Sebenarnya jumlah anggota
kelompoknya sudah cukup untuk menuntaskan kasus satu orang. Tapi entah
bagaimana dan mengapa, setiap kasus pembunuhan di Korea akhir-akhir ini
kelompoknya tidak pernah bisa menuntaskan kasusnya. Ini sungguh aneh.
Kim Seok Jin,
seorang detektif yang berada di bawah naungan Kantor Kepolisian Pusat Daerah
Cheonan ini sedang kebingungan. Bagaimana caranya menuntaskan kasus ini, sedang
kasus yang lalu belum kunjung terselesaikan. Sesekali dia ingin menyerah dan
langsung menutup kasus ini. Tapi dia sadar, seorang detektif muda yang senior
sepertinya tidaklah boleh bersikap seperti ini. Bagaimanapun, ini adalah
tanggung jawabnya sebagai seorang Detektif utama di kantornya.
“Perintahkan
Jimin, Jungkook, dan Tae Hyung untuk segera ke ruanganku” perintah Jin lewat
telepon, pada seorang petugas. Setelah itu, dia kembali meletakkan gagang
teleponnya dan menunggu kedatangan mereka.
Tak menunggu
lama waktu, ketiga anak buahnya pun telah sampai di ruangannya. Jin langsung
mempersilahkan ketiganya untuk duduk di sofa. Belum ada yang memulai bicara.
Jin juga belum memulai pembicaraannya. Dia belum menyampaikan apa yang ingin
dia sampaikan pada ketiga temannya.
“Ada apa, Ketua
Kim?” tanya Jungkook.
Jin membenarkan
posisi duduknya, lalu mulai bersuara. “Kalian sudah dengar berita tentang Kim
Nam Joon?” tanya ketua Kim, pada ketiga temannya, atau yang lebih informal anak
buahnya.
“Ya. Berita
menghilangnya rapper terkenal itu” sambung Jimin.
“Kenapa? Apa ada
job lagi?” tanya Tae Hyung malas.
“Hmm..
managernya memintaku untuk menyelesaikan kasus ini dengan segera” jawabnya.
Wajah ketiga temannya itu seketika berubah putus asa, sama sepertinya. Ini
memang sudah kesekian kalinya kasus pembunuhan terjadi dan sulit untuk
dipecahkan.
“Yang benar saja.
Kasus presdir Junghyun saja belum tuntas. Sudah ada masalah baru?” keluh Tae
Hyung.
“Mayatnya saja
baru ditemukan dua hari yang lalu setelah pencarian selama hampir dua minggu”
sambung Jungkook.
“Tapi kita
tinggal mencari pelakunya, kan?” tanya ketua Kim.
“Dan ketua tahu
sendiri, kan? Kalau si pelaku sama sekali tidak meninggalkan jejak sedikitpun”
sahut Jimin.
“Aku punya
prasangka aneh. Dari sekian banyak kasus pembunuhan, nasibnya selalu sama.
Terkubur, dan sulit mencari pelakunya. Aku rasa...”
“Maksud ketua,
pelakunya sama?” tanya Jimin, yang langsung memotong penjelasan Ketua Kim.
“Ya, mungkin
saja sama” jawab ketua Kim.
“Tapi bagaimana
bisa?” tanya Tae Hyung.
“Benar juga”
sahut Jungkook, yang sukses membuat semua menoleh ke arahnya. “Menurut rekaman
CCTV pelaku selalu memasuki ruang apartemen atau hotel milik pelaku, dan selalu
dengan keadaan korban yang sedang ada di dalam. Dan pakaian yang selalu sama
yaitu jaket, celana, sarung tangan, topi, dan masker yang warnanya hitam” jelas
Jungkook.
“Lalu setiap
pelaku itu masuk, aliran listrik selalu terputus” sambung Jimin.
“Dan setelah
listriknya menyala, tersangka ataupunn korban tidak pernah keluar dari dalam
ruangan. Mereka menghilang” sahut Tae Hyung.
“Ya, kalian
benar. Dan pada akhirnya korban ditemukan telah menjadi mayat dan terkubur di
tempat yang jarang penduduknya” kata ketua Kim.
“Jadi pelaku
pembunuhan yang selalu kita selidiki pelakunya sama? Dan pelaku pembunuhan Nam
Joon kali ini juga sama?” tanya Jungkook.
“Menurutku
begitu” jawab ketua Kim
“Tapi tunggu.
Kita belum menyelidiki apapun tentang kasus ini. Bisa jadi pelakunya lain” kata
Tae Hyung.
“Kau benar”
sambung Jimin. “Kita jangan menduganya dulu tanpa bukti apapun” tambahnya.
“Hm.. begini...”
ketua Kim mendekat, dan memberikan intruksi kepada teman temannya untuk
menjalankan perintahnya. Satu per satu temannya mendapat tugas yang berbeda
dari ketua Kim. Dan berakhirlah percakapan mereka, setelah sebuah anggukan
kecil dari Jimin, Tae Hyung, dan Jungkook, tanda mengerti.
“Kuharap, kasus
ini bisa selesai” kata ketua Kim.
***
“Aku pulang...”
seorang gadis memasuki rumahnya, yang kemudian disusul seseorang di
belakangnya.
“Ye...” jawab
seorang wanita paruh baya dari dalam rumah.
Setelah gadis
itu dan kakak laki-lakinya masuk, mereka berdua langsung disambut dengan semeja
penuh makanan, yang khusus dibuatkan oleh ibu mereka.
“Eomma, kau
masak banyak sekali” kata Bomi, yang langsung menuju ke meja makan dan duduk di
sana. “Apakah ini akan habis?” tanya Bomi.
“Eomma masak
banyak, untuk Oppa-mu. Kasihan dia. Pekerjaannya sangat melelahkan. Iya kan?”
jawabnya.
Jin, duduk di
samping Bomi dan setelah meminum segelas air mineral, dia bersuara. “Eomma, itu
memang sudah tanggung jawabku sebagai seorang detektif” kata Jin. “Tidak usah
berlebihan seperti ini” tambahnya.
Setelah itu,
wanita yang dipanggil Eomma itu pun ikut duduk dan memulai makan malam mereka
bersama. Sebenarnya Kang Minji, ibu Jin tidak menyetujui anaknya yang satu ini
menjadi detektif. Dia takut karena pekerjaan ini, nasib putranya akan jadi
seperti mendiang suaminya, yang meninggal dua tahun lalu karena jebakan seorang
pelaku saat sedang melakukan penyelidikan. Tapi justru sebaliknya, Jin ingin
seperti ayahnya. Jin ingin meneruskan perjuangan ayahnya, dan dia akan
membalaskan kematian ayahnya pada pembunuh itu. Ya. Sosok pembunuh yang sama,
seperti yang dipikirkannya bersama teman temannya. Pembunuh yang tak pernah
diketahui identitasnya. Pembunuh yang tidak pernah meninggalkan jejak
sedikitpun. Pembunuh yang misterius, yang telah membunuh ayahnya.
“Bomi-ah,
setelah ini antarkan mekanan ke rumah Joongki ya” pinta Minji.
“Ye, eomma”
jawab Bomi.
“Kasihan dia.
Pasti dia belum makan” kata Minji.
Setelah makan
malam mereka selesai, Kang Minji dengan didampingi Bomi segera membungkuskan
makanan yang akan ia berikan pada Joongki. Joongki adalah tetangganya
terdekatnya. Sejak awal pembangunan rumahnya, Joongki dan ayahnya sudah lebih
lama tinggal di kompleks perumahan tempat rumah Bomi berada. Sejak kepindahan
mereka, Joongki sudah banyak membantu keluarganya mengurus semuanya. Ya
walaupun Joongki berbeda dengan orang kebanyakan. Joongki berbeda. Dia
mengalami cacat mental semenjak ibunya meninggal lima tahun yang lalu. Saat itu
dia sangat ketakutan, takut karena ibunya meninggal karena dirinya. Dia tidak
sengaja menusukkan pisau dapur ke ibunya yang saat itu berada di dapur, dan
bertabrakan dengan Joongki. Saat itu Joongki sangat kebingungan. Dia yang
melakukannya, dia takut kalau polisi akan menangkapnya dan memenjarakannya atau
menghukum mati dirinya. Dai tidak berani membawa ibunya ke rumah sakit. Saat
itu pikirannya sedang kacau. Dan pada akhirnya ayahnya kembali dari tempat
kerjanya, yang pekerjaannya sebagai seorang kuli di sebuah pabrik. Joongki
hanya menangis saat ditanyai oleh ayahny yang sudah sangat marah dengan
Joongki. Sejak kejadian itu, mental Joongki semakin buruk. Apalagi dengan
perlakuan ayahnya padanya yang begitu kasar. Tapi ada kalanya pula, sang ayah
berlaku lembut pada putranya. Ayah Joongki hanya berlaku kasar jika dia
teringat mendiang ibu Joongki.
***
Bomi sedang
berjalan menuju rumah Joongki yang berjarak tidak terlalu jauh dari rumahnya.
Dari rumahnya, dia hanya tinggal berjalan ke arah selatan, lalu setelah itu
melewati jalan menanjak, dan sampai di depan rumah Joongki yang sederhana.
Rumahnya tidaklah semewah rumah Bomi. Rumahnya sangat sederhana dengan halaman
yang sangat sempit. Bomi melihat, rumah Joongki masih gelap.
Apakah
dia sudah tidur?. Batin Bomi.
Dia memangdang
sebentar rumah itu, lalu tangannya meraih gagang pintu dan sedikit
mendorongnya. Ternyata pintunya tidak terkunci. Bomi pun segera memasukinya.
Disana gelap. Joongki ternyata belum menyalakan lampunya. Bomi mencari cari
saklar, dan setelah menemukannya, keadaan ruang tamu menjadi lebih terang.
Sosok Joongki belum juga Bomi temukan. Dia mencari cari Joongki ke seluruh
ruangan.
“Joongki-ah kau
dimana?” panggil Bomi. “Joongki-ah, ini aku. Bomi”
“Bomi-ah!” suara
Joongki memekik dari dalam kamarnya, memanggil nama Bomi. Bomi pun segera
menuju kamar Joongki. Dia melihat Joongki yang sedang berjongkok di sudut
ruangan yang gelap. Tangannya berusaha meraih saklar lalu menyalakan lampunya.
Setelah lampu menyala, Bomi langsung menghampiri Joongki.
“Astaga. Kau
kenapa Joongki-ah?” tanya Bomi.
“Ayahku belum
pulang. Aku sangat takut sendirian” jawab Joongki dengan memelas.
“Berdirilah.
Sebentar lagi pasti ayahmu akan pulang” kata Bomi, sambil membantu Joongki
bangkit. Setelah itu, dia membawa Joongki keluar dari kamarnya.
“Apa kau lapar?”
tanya Bomi. Joongki mengangguk.
“Aku bawakan
makanan. Kau makan dulu ya” tawar Bomi. Kemudian mereka berdua duduk dilantai,
dan Bomi meletakkan makanan yang ia bawa di meja,seperti biasanya.
“Kau pasti suka”
kata Bomi, lalu membuka makanan itu dan mengambilkannya untuk Joongki. “Ini,
aku bawakan kimchi dan doenjang. Kau suka kan?”
“Gomawo,
Bomi-ah...” kata Joongki dengan senyum yang sangat manis.
Kemudian Joongki
pun menulai makan malamnya tanpa kehadiran ayahnya. Memang biasanya ayahnya lembur.
Kadang dia diperintahkan untuk berjaga malam di pabrik. Bomi memandang Joongki
dengan tatapan memelas. Dia tidak tahu harus bersikap apa di depan Joongki.
Bomi tahu, kalau Joongki menyukainya. Tapi Bomi sama sekali tidak menyukainya.
Bomi pun tak bisa bersikap menjauhi Joongki, mengingat keadaan Joongki yang
seperti ini. Sangat memprihatinkan.
***
Cklek.
Sebuah pintu
terbuka, dan mesuklah seorang nemja bertubuh ramping. Ia baru saja pulang
berbelanja. Setelah memasuki rumahnya, namja itu bergegas memasuki dapur dan
mempersiapkan segala sesuatu untuk memulai memasak. Dia akan memasak makanan
untuknya makan malam ini. Tidak perlu masak banyak, karena saperti biasa, makan
malamnya hanya ditemani kesunyian di rumahnya. Sama sekali tidak ada unsur kehangatan
di dalamnya. Dan memang namja itu tidak memerlukan kehangatan. Hidupnya memang
begini. Sunyi, dan dingin. Semenjak kematian kakeknya, satu satunya keluarga
terdekatnya, hidupnya jadi seperti ini.
Dia kehilangan
kakeknya saat dia menginjak usia lima belas tahun. Dan kejadian itu terpampang
jelas di depan matanya, dimana kakeknya telah dibunuh oleh sekelompok orang tak
dikenal, yang mungkin adalah musuh kakeknya selama dalam bui. Ya. Kakeknya
adalah seorang kriminal yang selalu menjadi buronan polisi. Sebab itulah,
J-hope, namja dingin ini mengalami dewasa sebelum saatnya.
Dia adalah
pribadi yang sangat tertutup. Oleh karena itu dia tidak punya teman. Dan memang
dia tidak berniat memiliki seorang teman. Mengingat bahwa pekerjaannya ini
adalah seorang pembunuh bayaran, dia mengkhawatirkan nasibnya kalau sampai dia
punya teman.
Beberapa menit
kemudian, J-hope pun selesai memasak. Dia kembali mempersiapkan semuanya
sendirian. Tak akan ada yang membantunya, dan dia pun tak memerlukan bantuan
siapapun. Makan malam sendirian. Tak ada yang menemaninya. Sudah terbiasa
baginya hidup seperti ini. Tidak banyak bicara, dan segera menghabiskan makan
malamnya. Dia harus istirahat setelah berhari hari bekerja keras. Pekerjaan
yang sangat berat sekaligus berbahaya. Ini sudah biasa baginya. Tapi bagi orang
kebanyakan, pekerjaan ini sangatlah mengerikan. Membunuh, baginya adalah hal
yang biasa. Karena itu memang sudah pekerjaannya.
***
Pagi itu, Ketua
Kim, detektif Jimin, detektif Jungkook, dan detektif Tae Hyung berkumpul di
ruangan Ketua Kim. Mereka kembali dengan membawa tugas masing-masing.
“Tae Hyung,
bagaimana? Kau sudah dapatkan denah gedung Hotel Hongdeong?” tanya Ketua Kim.
Hotel Hongdeong adalah tempat dimana Namjoon menginap sebelum dia menghilang.
“Hmm..” Tae
Hyung langsung mengeluarkan sebuah gulungan kecil, lalu membentangkannya di
meja.
“Jimin,
bagaimana denganmu? Kau sudah mendapatkan denah lokasi sekitar Hotel
Hongdeong?” tanya Ketua Kim kemudian. Jimin pun dengan segera mengeluarkan
sebuah gulungan kertas yang cukup lebar, dan membentangkannya di atas meja,
berdampingan dengan denah gedung Hotel Hongdeong.
“Jungkook,
bagaimana denganmu?” Jungkook langsung meletakkan sebuah DVD yang dia minta
dari petugas van di Hotel itu.
“Ini adalah
rekaman CCTV yang pada saat kejadian itu terjadi. Seperti yang Ketua minta, aku
sudah melihatnya dahulu” jelas Jungkook.
“Lalu, apa yang
kau temukan?” tanya Ketua Kim.
“Sama. Semuanya
sama. Pelaku itu mengenakan pakaian yang sama, dan kejadiannya pun tidak ada yang
berbeda. Tapi...”
“Tapi apa?”
“Sepertinya,
kita bisa mengenalinya” kata Jungkook.[TBC]
0 komentar:
Posting Komentar