RSS

FF || "THE PROFESSIONAL MAN" || C2 || BTS || Jeon JR






Tittle               : The Professional Man
Author            : Jeon Jung Ri
Rating             : G
Genre              : Killer + Romance
Leght               : Chaptered
Main. cast       : J-hope BTS
Bomi A Pink
Song Joong Ki [Actor]
Other. cast      : Jin BTS
Son Dongwoon BEAST
All member BTS [Jungkook, Jimin, V, Suga, Rapmon]
방탄소년단
Chapter 2
***

“Jungkook, bagaimana denganmu?” Jungkook langsung meletakkan sebuah DVD yang dia minta dari petugas van di Hotel itu.

“Ini adalah rekaman CCTV yang pada saat kejadian itu terjadi. Seperti yang Ketua minta, aku sudah melihatnya dahulu” jelas Jungkook.

“Lalu, apa yang kau temukan?” tanya Ketua Kim.

“Sama. Semuanya sama. Pelaku itu mengenakan pakaian yang sama, dan kejadiannya pun tidak ada yang berbeda. Tapi...”

“Tapi apa?”

“Sepertinya, kita bisa mengenalinya” kata Jungkook.

***


“Tidak bisa begitu! Ini tidak bisa dibiarkan!” seru Dongwoon, setelah mendengar berita tentang perusahaan saingannya, yang akan bekerja sama dengan salah satu desainer terkenal Asia, yaitu Angelina Khan. Padahal, para pegawainya sudah merencanakan akan bekerja sama dengan Angelina Khan, sebelumnya.

Son Dongwoon, seorang presdir muda berumur 26 tahun, yang memegang salah satu perusahaan fashion di Korea Selatan, tepatnya di Cheonan sedang tidak bisa menahan emosinya. Gyeokkho Group, adalah salah satu perusahaan yang bergerak di bidang fashion.

Dan saingan terberat Dongwoon adalah Yang Yoseob. Seorang presdir dari Hwanggye Group, berumur 26 tahun. Dongwoon menyadari sejak lama, bahwa Yoseob memiliki pikiran yang licik terhadap perusahaannya. Akhir-akhir ini, Gyeokkho Group meju lebih pesat, dibanding dengan Hwanggye Group. Mungkin sebab itulah Yoseob merencanakan sesuatu yang licik yang akan membuat Gyeokkho jatuh.

Tapi Dongwoon cerdas. Dia tahu, hal ini akan terjadi. Sejak awal, perusahaan mereka memang bersaing ketat. Dan beberapa bulan yang lalu, Hwanggye Group meminta bekerja sama dengan Gyeokkho Group. Dongwoon merasa aneh dengan perlakuan mereka. Sampai sekarang, Dongwoon belum menyetujui penawaran itu. Dia meminta waktu untuk memikirkannya.

“Jadi, apa yang harus kita lakukan, Presdir?” tanya Manager Choi Dong Gun.

“Kita harus pintar-pintar mengatur strategi sebelum jatuh temponya” jawab Presdir Son. “Jangan sampai Angelina Khan menandatangani kontrak, sebelum Hwanggye grup menjadi milik kita” tambahnya, yang sukses membuat Manager Choi terbelalak.

“M-mm.. maksud, Presdir?”

“Ya, kita harus bisa merebut perusahaan Yoseob” jelas Dongwoon, sambil menatap tajam kedepan.

“Tapi, bagaimana bisa kita menguasai perusahaan miliknya?” tanya Manager Choi.

Presdir Son, terlihat sedang berfikir keras soal pertanyaan Manager Choi. Susah, memang menyusun rencana sebesar itu. Tapi tak butuh waktu lama untuknya berfikir, karena dia cerdas.

“Kau ingat, dengan tawaran kerja sama dari Hwanggye Group?” tanya Presdir.

“Ya, saya ingat”

“Begini. Kita terima saja tawaran itu” kata Presdir, yang lagi lagi membuat Manager Choi terkejut. Dia tidak habis pikir dengan jalan pikiran atasannya itu.

“Tapi, bukankah presdir berniat untuk menolaknya?” tanya Manager Choi.

“Sementara kita belum mengkonfirmasikannya, kita masih ada kesempatan menerimanya, kan?” jawab Presdir dengan pasti.

“Lalu, setelah kita menerimanya, apa yang akan presdir lakukan?” tanya Manager Choi lagi. “Apa hanya dengan menerima tawaran itu, kita bisa menguasai Hwanggye?”

“Tidak. Sepertinya, kita butuh mata-mata,yang bisa membunuh Yoseob” ujar Presdir. Manager Choi tidak percaya, bahwa atasannya itu juga mempunyai pemikiran yang licik seperti Yoseob.

‘Batu dengan batu yang sama sama keras, jika dipukulkan satu sama lain, tidak ada yang mau kalah. Biarpun bisa, dua duanya pasti akan hancur. Kuharap, kali ini keputusan Presdir Son tidak akan berdampak buruk bagi perusahaan’. Batin Manager Choi

“Manager Choi, carilah seseorang yang berpengalaman dan profesional yang bisa membunuh Yoseob” perintah Presdir Son.
Tanpa berkata lagi, Manager Choi pun menuruti perkataan atasannya, lalu bergegas keluar dari ruangan Presdir untuk menjalankan perintah Dongwoon.

***

Sementara itu, kesibukan kini sedang menyelimuti Hwanggye Group. Mereka sedang melakukan persiapan pertemuan dengan Angelina Khan. Walaupun waktunya masih sekitar lima bulan lagi, tapi rencana ini sangatlah penting. Hwanggye Group ingin kerja sama mereka dengan Angelina Khan berjalan seperti apa yang telah diharapkan sebelumnya.

Seorang perempuan cantik bernama Bomi itu, sedang fokus dengan komputer di depannya. Jemarinya denga aktif, menekan setiap tobol di keyboard komputer milik perusahaan. Begitu banyak berkas yang harus ia teliti, sebelum akhirnya diserahkan pada atasannya.

Hwanggye Group. Di tempat itulah, Bomi bekerja. Dengan sepenuh hati Bomi curahkan segenap kemampuan dan pikirannya sebagai salah satu profesional muda di Devisi Pemasaran Hwanggye Group.

“Sebelum akhir tahun ini, produk baru sudah harus diluncurkan” kata seorang gadis beramput coklat, memakai blus hitam, yang tiba tiba datang, dan duduk di samping Bomi.

Melihat temannya datang, Bomi pun menghentikan gerakan jemarinya, lalu menatap temannya, Eun Ji.

“Iya, kau benar. Selain itu, beberapa kompetitor kita juga tampaknya akan melakukan hal yang sama. Beberapa bulan kedepan, pekerjaan kita akan jadi lebih berat” jawab Bomi, sambil merenggangkan otot-otot tangannya, yang terlihat sedang merentangkan tangannya ke udara.

“Ditambah dengan rencana kerja sama kita dengan Angelina Khan. Usaha kita kali ini tidak boleh gagal” sahut Eun Ji.

“Ya, dan mungkin gaji kita akan dinaikkan. Haha..” goda Bomi pada Eun Ji, lalu tertawa.

“Dasar kau ini!” ucap Eun Ji, lalu ikut tertawa.

“Sudah, ya. Aku harus kembali. Aku harus cepat menyelesaikan pekerjanku” kata Eun Ji.

“Hmm, aku juga. Nanti siang, kita makan siang bersama ya” pesan Bomi.

“Ok” jawab Eun Ji, lalu bergegas menuju tempatnya dan mulai kembali bekerja.

Bomi pun embali meraih sebuah file di mejanya, lalu membolak balikkan berkas itu. Jemarinya kembali ia arahkan ke keyboard komputer, dan kembali mengetikkan buah pikirnya.

***

Jauh dari pusat kota Cheonan, terdapat sebuah apartemen sederhana yang tidak terlalu luas, dan hanya dihuni oleh seorang namja berambut hitam, bertubuh ramping. Ya, J-hope lah pemilik apartemen tersebut. Seperti biasa, didalamnya selalu sunyi. Tak ada seorang pun yang pernah berkunjung ke tempatnya, dan memang J-hope tidak ingin dikunjungi siapapun.

Kali ini, sedang tidak ada yang dia kerjakan. Jadi, yang dia lakukan sekarang hanyalah duduk, didampingi radio di sebelah kanan tempat duduknya. Sesekali, tangannya meraih secangkir teh yang ia buat sendiri dan meminumnya.

J-hope tidak perlu susah susah bekerja setiap hari, atau mondar mandir mencari pekerjaan. Karena pekerjaannya akan datang dengan sendirinya kepada dirinya tanpa harus dicari cari.

Krriiing!
Sebuah telepon berdering, dan dengan segera J-hope mematikan radionya lalu bergegas meraih gagang telepon.

“Yobosaeyo” sapa J-hope pada orang di seberang telepon.

“Yobosaeyo. Benarkah, ini J-hope?”

“Anda siapa?” tanya J-hope, yang belum menjawab pertanyaan dari seseorang di seberang telepon. Dia malah berbalik bertanya.

“Aku, Manager Choi Dong Gun, dari Gyeokkho Group” jawab orang tersebut.

“Ada urusan apa?” tanya J-hope kembali.

“Bisakah kita bertemu di Eumcheongryu?” percakapan mereka pun dimulai. J-hope mulai serius mendengarkan setiap perkataan Manager Choi. Setelah beberapa saat kemudian, sambungan telepon pun terputus.

Setelah kembali meletakkan gagang telepon ke tempat semula, J-hope bergegas masuk ke kamarnya untuk berganti pakaian. Saat ia sedang memakai jaketnya, tiba-tiba dia teringat sesuatu setelah melihat sebuah benda tergeletak di meja. Benda itu sukses membuat dadanya berdegup kencang. Rasa was was tengah menjalarinya.

Benda itu, adalah milik Nam Joon. Ya. Benda yang ia ambil sebelum mengubur mayat Nam Joon. Ponselnya.

“I..itu! akh! Bagaimana ini? Bodoh sekali. Aku belum menghancurkan benda itu” gumam J-hope. Ia semakin khawatir. Tapi sebisa mungkin, dia berusaha menghilangkan rasa khawatirnya itu. Jika perasaan ini tidak segera dia hilangkan, pasti akan mengganggu pikirannya. Pekerjaannya bisa gagal jika terlalu serius memikirkan hal ini.

“Gawat! Aku harus cepat-cepat pergi dari tempat ini” gumamnya lagi. Mungkin inilah cara satu-satunya agar menghilangkan jejaknya. Tapi kalau dia pindah dari tempat ini, pasti akan sangat sulit.

“Apa yang harus aku lakukan? Akh! Ayolah... ayolah berfikir! Jangan sampai polisi menangkapku”

Dengan segera, J-hope mengambil sebuah kain, lalu mengusap usapkannya ke seluruh permukaan tempat yang pernah ia sentuh. Tidak banyak barang yang ada di dalam apartemennya. Hanya peralatan masak, mandi, pakaiannya, komputer, peralatan pribadinya seperti pistol dan lain lain, radio, televisi, telepon rumah, dan buku-buku. Selain barang barang itu, dia terus mengusapkan kain ke seluruh permukaan. Tujuan utamanya yaitu, menghilangkan sidik jarinya. Sebisa mungkin, inilah cara satu-satunya jika ingin pindah dari tempat ini. Dia tahu, cepat atau lambat, polisi pasti akan bisa melacaknya.

J-hope bekerja keras hari ini, karena benda itu.

***

“Joongki-ssi! Tolong angkat peti yang disebelah sana, lalu masukkan ke kontainer yang terbuka itu” perintah seorang lelaki paruh baya, kepada Song Joongki.

“Baik!” dengan senyuman yang sangat manis, dengan senang hati, Joongki mengangkatnya.

Peti tersebut tidaklah bisa dibilang ringan. Beratnya hampir sama dengan berat badan Joongki. Walaupun terasa sangat berat, tapi entah kenapa Joongki selalu senang menjalaninya. Tidak ada yang bisa dia lakukan di tempat itu, selain menjadi seorang kuli pengangkat peti kemas. Sebenarnya jika Joongki bisa, dia bisa menggunakan alat pengangkut. Tapi kemampuannya tidak dapat diyakini. Jadi dia hanya menggunakan tangan kosong.

Sang supervisor sebenarnya sangat kasihan melihat Joongki seperti itu. Sebenarnya dia tidak ingin mempekerjakan Joongki. Mengingat keadaannya yang berbeda dengan orang kebanyakan. Tapi melihat perjuangan Joongki memohon padanya saat itu, sang supervisor merasa sangat kasihan. Tidak ada pilihan lain selain menerimanya sebagai kuli pengangkat barang-barang, yang bisa dibilang berat itu.

Niat Joongki hanya satu, dia ingin membantu ayahnya. Sang ayah juga bekerja di tempat yang sama, yaitu di salah satu pabrik milik Hwanggye Gruop. Di tempat inilah, Joongki dan ayahnya menyalurkan tenaga mereka, jiwa dan raga mereka untuk ikut membangun Hwanggye Group. Biarpun maut mengancam nyawa mereka setiap saat, tapi itu tidak jadi masalah untuk para pekerja disana, termasuk Joongki dan ayahnya demi memenuhi kebutuhan keluarga mereka.

Sang ayah hanya tersenyum getir melihat anaknya bekerja begitu keras, demi untuk membantunya. Dia semakin menyesal telah memperlakukan Joongki secara kasar, memengingat perjuangan sang anak dalam membantu memenuhi kebutuhan bersama. Dengan sehelai handuk kecil lusuh, ayah Joongki mengelap peluh di dahinya, lalu kembali bekerja.

“Ayah janji, Joongki. Ayah akan bekerja keras untukmu. Maafkan ayah, nak” gumam sang ayah dengan sedih.

***

Ketua Kim dan ketiga anak buahnya kini sedang mencermati rekaman CCTV dengan saksama. Tidak hanya mereka berempat. Petugas lainnya juga ikut memperhatikannya.

“Lihat ini!” seru Detektif Jungkook.

“Setelah dia masuk, ternyata listrik belum terputus” kata Detektif Jimin. Mereka kembali terfokus pada layar di depan mereka.

“Sebentar lagi, mereka akan terlihat” kata Detektif Jungkook.

“Lambatkan!” perintah Ketua Kim. Rekaman CCTV pun dilambatkan.

“Ini... Kim Nam Joon sempat berkelahi dengan pelaku, sampai mereka berdua keluar dari ruangan dan terekam kamera CCTV. Dan, ini dia. Nam Joon sempat menarik masker pelaku, dan topinya terlepas” jelas Detektif Jungkook.

“Stop! Zoom bagian ini” perintah Ketua Kim.

Alhasil. Wajah pelaku pun akhirnya ketahuan. Tapi sayangnya, saat dizoom, wajahnya tidak terlalu jelas.

“Jimin, potong bagian ini dan cetak gambarnya” seru Ketua Kim yang ditujukan pada Jimin.

“Baik” jawab Jimin, lalu segera melakukan perintah Ketua Kim.

Beberapa saat setelah mengamati itu, keempat Detektif itu pun kembali ke ruangan Ketua Kim, dan segera melanjutkan rencana mereka selanjutnya. Sesampainya di dalam ruangan, Tae Hyung dan Jimin dengan segera membentangkan lembaran yang mereka dapatkan, yaitu denah. Denah gedung Hotel HongDeong di bentangkan berdampingan dengan denah lokasi Hotel HongDeong.

“Jadi...” kata Detektif Tae Hyung. Dia tidak melanjutkan. Dia menunggu perkataan Ketua Kim.

“Pendapatmu..” sahut Ketua Kim.

“Jadi begini. Menurutku, dia tidak mungkin mengendap endap masuk melalui pintu belakang. Aku yakin, dia pasti akan lewat pintu bagian depan” kata Detektif Tae Hyung.

Dia melanjutkan. “Disini,” ia menunjuk sebuah tempat. “Ini, tempat terdapatnya sekring, yaitu di lantai satu. Sedangkan kamar Nam Joon ada di lantai tiga” jelasnya.

“Jadi, dia pasti punya orang dalam” sahut Jungkook.

“Ya. Aku rasa begitu. Atau kemungkinan, dia membayar salah satu petugas hotel” kata Tae Hyung.

“Tapi..” potong Ketua Kim. “Tidak mungkin dia membawa Nam Joon yang pingsan lewat sini” kata Jimin, lalu menunjuk puntu masuk depan.

“Hm. Memang tidak mungkin. Aku rasa, setelah dia menang berkelahi dengan Nam Joon, aliran listrik putus, dan dia keluar dari gedung lewat pintu nomor 15. Disini tidak ada petugas yang berjaga. Aku tahu, pelaku pasti sudah mencari tahu semua tentang Hotel HongDeong” ujar Tae Hyung.

“Lalu?” tanya Jimin.

“Jadi, pelaku masuk lewat pintu depan, dan keluar lewat pintu belakang tepatnya di pintu nomor 15” Tae Hyung membuat kesimpulan.

“Dan, aliran listrik itu, tidak mungkin dia yang memutusnya. Sekring ada di lantai satu, sedangkan kamar Nam Joon ada di lantai tiga. Begitulah kesimpulan dariku” sahut Ketua Kim.

“Ya. Sekarang aku tahu. Kalau pelaku keluar lewat pintu nomor lima belas, kemungkinan pelaku akan membawa Nam Joon ke dalam hutan ini” sambung Jimin, sambil menggerakkan jari telunjuknya, dari gambar gedung hotel, sampai ke hutan.

“Karena tidak mungkin pelaku membawanya kesini” ujar Jimin sambil menunjuk sebuah tempat makan.

“Kesini, tidak mungkin” lalu Jimin menunjuk sebuah gedung sekolah.

“Apalagi ke sini” kemudian dia menunjuk ke sebuah gambar gereja.

“Baiklah, kita mulai sekarang. Pertama, kita harus pastikan dulu, mengenai aliran listrik itu. Kedua, kita melakukan pencarian Nam Joon ke dalam hutan ini. Karena kemungkinan besar, Nam Joon telah mati dan dikubur disini” ujar Ketua Kim. “Ketiga. Kita lakukan penyelidikan. Dan, keempat. Kita lakukan penyergapan” lanjutnya kemudian.

“Apa, menurut ketua, pelakunya bisa terlihat kali ini?” tanya Jungkook.

“Yang harus kita lakukan, hanyalah yakin. Dan saling percaya” jawab Ketua Kim.

Keempatnya saling bertatapan. Dan setelah Ketua Kim mendapat anggukan kecil dari anak buahnya, kemudian mereka mempersiapkan segalanya, dan mulai memecahkan kasus ini.

***

Sebuah taksi yang ditumpangi J-hope berhenti di depan Rumah Makan Eumcheongryu. Dilihat dari bangunannya, bisa dipastikan kalau tempat makan ini penuh dengan nuansa tradisional Korea. J-hope sendiri baru pertama kali menginjakan kaki di tempat ini. Dan apalagi tujuannya kalau bukan memenuhi panggilan dari seorang kliyennya.

Melihat dari namanya, dapat dipastikan kalau rumah makan ini terkenal dengan berbagai jenis makanan dan minuman tradisional khas Korea. Ruangannya cukup besar, dengan meja setinggi lutut yang tertata rapi dan penuh dengan nuansa tradisional.

Perlahan, J-hope memasuki rumah makan itu. Senyum ramah para pelayan yang mengenakan hanbok* menyambut kedatangannya. Tepat setelah masuk, ia langsung mencari cari sosok lelaki paruh baya yang menggunakan jas hitam, seperti yang dijelaskan Manager Choi. Pandangnnya ia edarkan ke seluruh ruangan.

Beberapa detik setelah itu, pandangannya terhenti pada seseorang yang duduk di meja-di sudut ruangan. Mungkin itu Manager Choi. J-hope pun segera mendekatinya.

“Permisi, apa Anda manager Choi Dong Gun?” tanya J-hope. Orang itu pun menoleh, dan tersenyum kemudian mengangguk.

“Iya. Aku manager Choi Dong Gun. Silakan duduk” ujar Manager Choi. J-hope pun duduk di hadapan Manager Choi.

“Maaf, ada urusan apa?” tanya J-hope secara langsung.

“Lebih baik kita minum atau makan dulu, disini” tawar Manager Choi.

“Maaf, tapi saya sedang banyak urusan saat ini” jawab J-hope. Manager Choi tersenyum ramah.

“Baiklah, kalau begitu, aku langsung saja” kata Manager Choi. “Aku sudah tahu pekerjaanmu. Maukah kau bekerja untukku?” tanyanya kemudian.

“Pekerjaan apa yang Anda inginkan dari saya?” tanya J-hope.

“Kau bisa membunuh orang ini?” bisik Manager Choi, sambil menunjukkan selembar foto. J-hope meraihnya, lalu membalikkan foto itu. ‘Yang Yoseob’ itulah nama yang tertera di balik foto.

“Siapa orang ini?” tanya J-hope.

“Dia adalah Presiden Direktur Hwanggye Group. Presdir kami ingin kau membunuhnya. Apa kau bisa?” jelas Manager Choi, lalu kembali bertanya.

“Hm, saya bisa melakukannya” jawab J-hope singkat. Mereka kembali terdiam.

“Dan,” Manager Choi angkat bicara. “Bisakah kau melakukan satu hal lagi?” tanyanya.

J-hope menatapnya diam, seakan bertanya, apa itu?. Dan seakan mengerti, manager Choi kembali bersuara.

“Jadilah mata-mata untuk perusahaan kami” katanya.

J-hope sungguh terkejut dengan pernyataan itu. Mata-mata? Dia tidak pernah melakukan pekerjaan itu sebelumnya. Cukup lama dia terdiam memikirkan hal itu.

Manager Choi kembali berbicara. “Aku akan memberi bayaran yang lebih untuk itu. Kau juga akan diberi fasilitas khusus untuk pekerjaan barumu. Aku tahu, sebelumnya kau tak pernah jadi mata-mata. Tapi, menurutku, kau bisa jadi mata-mata” jelas Manager Choi.

J-hope belum juga menjawabnya. Dia menatap selembaran foto di tangannya, kemudian beralih menatap Manager Choi.

“Aku akan memberimu waktu untuk berfikir. Tapi jangan terlalu lama” kata Manager Choi.

“Apa saja yang harus saya lakukan?” tanya J-hope. Manager Choi tak menyangka, J-hope menjawabnya secepat itu.

Choi Dong Gun tersenyum. “Bagus. Aku tahu kau akan menerimanya” katanya. “Kau hanya perlu mengikuti apa yang aku suruh” jawabnya.

“Apa itu?”

“Mulai lusa, kau akan bekerja di Hwanggye Group” jawab Manager Choi.

“Maksud Anda?”

“Gyeokkho Group akan bekerja sama dengan Hwanggye Group. Dan kami akan mengirim salah satu duta ke sana. Dan orang itu adalah kau. Tugasmu disana hanya memata-matai perusahaan itu” jelasnya.

“Tapi, bagaimana bisa saya bekerja di tempat seperti itu? Pendidikan saya tidaklah cukup untuk itu” sahut J-hope.

“Itu tidak masalah. Kami dari pihak perusahaan bisa mengaturnya” jawab Manager Choi. “Kau tidak usah khawatir. Kami juga akan menanggung seluruh kebutuhanmu. Kami akan menyediakan apartemen, serta kendaraan pribadi untukmu. Bagaimana? Kau mau kan?” tanyanya kemudian.

J-hope kembali berfikir. Jika ia akan dapat apartemen baru, maka masalah kepindahannya akan jadi lebih mudah. Dia tidak perlu mencari-cari apartemen baru. Sedetik kemudian, dia menatap Manager Choi, lalu mengangguk.

“Baiklah” jawabnya.

“Bagus. Akan kuberitahu alamat apartemen yang akan kau tempati setelah ini. Dan kau bisa langsung pindah kesana” [TBC]


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

1 komentar:

Anonim mengatakan...

chapter 3 nya kok gak diterisin? ff nya aku suka loh min.

Posting Komentar